"Aku ingin meninggalkan legacy. Untuk anak-anakku. Supaya anakku bangga dan bersyukur memiliki Hima Sugiyarto sebagai bapaknya. Legacy untuk penerusku, siapapun nanti yang menggantikan aku. Supaya mereka tahu untuk membesarkan amal usaha itu prosesnya memang berdarah-darah. Tetapi hasil takkan mengkhianati usahanya dengan pertolongan Allah."
Kata-kata itu pernah saya dengar waktu proses wawancara dengannya. Sosok Muhammadiyah sejati yang mengidolakan Jenderal Soedirman ini tak hirau bahwa sekerat demi sekerat kesehatannya terpangkas. Energinya tak lagi sama seperti puluhan yang lalu saat memulai langkahnya membangun sistem pendidikan di Amal Usaha Muhammadiyah Gunungpring. Ia masih memiliki nyala meski tak cukup membara seperti saat itu. Untuk tetap berkhikmat untuk Muhammadiyah.
Hima Sugiyarto namanya. Ia menjadi matahari muda sejak menapaki bangku sekolah. Aktif di Ikatan Pemuda Muhammadiyah sekitar tahun 80-an di Muntilan. Ia tak pernah berhenti melangkah dalam nafas Muhammadiyah. Mungkin sekadar melamban ketika berada di bangku kuliah dan sempat bekerja di ibukota. Saat merasa ibukota bukanlah tempatnya. Ia pulang ke Muntilan dan memulai membangun Lembaga Keuangan Mikro Syariah di bawah naungan organisasi berlambang matahari.
Tepat sewindu kiprahnya. Pimpinan Ranting Gunungpring sedang membidani sekolah menengah pertama sebagai lanjutan dari SD Muhammadiyah Gunungpring. Sekolah yang kemudian diberi nama SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Ia pun diminta oleh PRM Gunungpring sebagai kepala sekolah. Meskipun terasa berat karena ia tak memiliki latar belakang pendidikan. Namun ia menerima amanah itu sebagai bentuk perjuangan dalam membangun sistem pendidikan di PRM Gunungpring.
Membangun Sistem Pendidikan di Amal Usaha Muhammadiyah Gunungpring Muntilan
Amanah ini dijadikan tantangan olehnya. Saat itu ia ingin mengubah mindset dari kebanyakan orang bagaimana paradigma masyarakat terhadap guru. Saat itu guru di sekolah sekolah swasta memiliki etos kerja yang rendah, tak ada inovasi dan 'trimo' dalam konteks prestasi.
Bagaimana siswa yang bersekolah di sekolah swasta khususnya sekolah Muhammadiyah memiliki semangat berkompetisi jika pendidik hanya mengajar tanpa memikirkan prestasi? Jika tak memiliki jiwa yang kompetitif siswa sudah minder duluan pada siswa-siswa sekolah negeri yang terbiasa mengejar prestasi.
Semuanya harus berawal dari pendidik yang percaya diri, berani dan memiliki mental pejuang. Pendidik harus bisa memunculkan keinginan setiap siswa untuk berani berkompetisi. Persaingan sehat harus dibangun untuk memunculkan potensi siswa yang bisa jadi tak nampak dan harus digali oleh pendidik.
Tahun 2007 awal berdirinya SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Hima Sugiyarto pun ikut menyeleksi calon guru dan karyawan. Bukan hanya memilih mereka dengan nilai tertinggi. Namun memilih yang memiliki kecintaan dan cita-cita yang sama. Membangun sebuah lembaga pendidikan dari embrio supaya karakter Muhammadiyah melekat erat.
Selain membentuk citra seorang guru, Hima Sugiyarto juga membuat tagline untuk SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring yaitu ‘Sekolah Para Juara’. Afirmasi positif ini dibuat untuk memberikan kepercayaan diri bahwa anak-anak memiliki minat dan bakat masing-masing akan dimaksimalkan di sekolah ini. Bukan hanya siswa yang memiliki kemampuan akademik saja yang memiliki prestasi. Akan tetapi anak-anak yang unggul di bidang non akademik tetaplah menjadi juara di Mplus.
Berbekal 35 siswa hasil mengetuk pintu wali murid klas 6 di SD Muhammadiyah Gunungpring Hima Sugiyarto beserta guru dan karyawan memulai membangun SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Tiga tahun pertama ia memberikan motivasi kepada guru dan karyawan untuk selalu mengikutkan para siswa untuk berlomba. Apalagi yang diadakan oleh Dinas Pendidikan. Apapun hasilnya. Proses harus terus berjalan.
Dimulai dari lomba pramuka tingkat kecamatan. SMP Muhammadiyah Plus, atau biasa disebut Mplus menjadi juara pertama. Lantas sebuah kemenangan monumental di tahun 2009. Mplus memenangkan lomba Tata Upacara Bendera dan Baris Berbaris. Sebuah lomba bergengsi di tingkat Kabupaten Magelang membuat Mplus pun mendapatkan 'spotlight' dari masyarakat.
Hima Sugiyarto tahu, ini baru sebuah awal. Mplus tak boleh berpuas diri. Ia pun memberikan tantangan bagi pendidik di sana. Sebagai sekolah baru supaya dipandang masyarakat dan mendapatkan murid lebih banyak. MPlus harus masuk 10 besar kabupaten. Meskipun ada keraguan dari beberapa stafnya. Namun ia menegaskan bahwa ini kesempatan terbaik. Jika tahun itu tak ada sesuatu yang bisa dibanggakan. Mplus kemungkinan takkan mendapatkan murid. Mplus harus punya pembeda supaya menjadi referensi orang saat memilihkan pendidikan untuk anak-anaknya.
Hima Sugiyarto tak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk ragu-ragu dalam menyiapkan langkah. Pendidik di Mplus Gunungpring pun harus memiliki kreativitas dalam mengajar supaya anak-anak tak merasa bosan. Motivasi selalu diberikan pada anak-anak. Apalagi dengan tagline ‘sekolah para juara’ memberikan optimisme pada anak-anak untuk selalu berjuang meraih yang terbaik.
Di tahun ketiga berdirinya MPlus, sebuah prestasi membanggakan pun diraih. Selain satu siswa meraih nilai tertinggi Ujian Nasional di Kabupaten Magelang dan SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring pun meraih juara ketiga UN SMP negeri dan swasta se Kabupaten Magelang. Prestasi itupun dipertahankan oleh Mplus sampai ujian nasional ditiadakan.
Bagi Hima Sugiyarto itu semua adalah kerja teamwork. Tak ada one man show di sekolah ini. Semua memiliki tugas dengan porsinya masing-masing. Ada yang memotivasi, ada yang berbagi keilmuan, ada yang mengisi tangka ruhiyah serta menjadi sahabat bagi anak-anak sehingga bisa mengganti peran orang tua saat berada di sekolah.
Membangun SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring Muntilan
Di saat badan pun tak sekuat sebelumnya karena diabetes militus yang sudah menyapa beberapa tahun. Pimpinan Ranting Muhammadiyah Gunungpring membangun sebuah SMA yang berbasis ketarunaan, Hima Sugiyarto lagi-lagi mendapatkan amanah untuk mengemban tugas baru. Sebuah sekolah baru yang seharusnya membutuhkan energi dan stamina yang jauh lebih tinggi karena sistem dan kultur yang berbeda.
Sebuah ujian keikhlasan yang pastinya menggelitik hati. Di SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring sistemnya sudah terbangun. Siswa yang makin banyak memiliki prestasi baik akademik dan non akademik. Guru dan karyawan telah memiliki tanggung jawab dan trengginas dengan semua tugas-tugasnya. Harusnya Hima Sugiyarto sudah tinggal memanen hasilnya di tahun ke-10 berdirinya SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring.
Ini bukanlah tentang materi ataupun fasilitas karena ia tak pernah berhitung untuk Muhammadiyah. Tahun-tahun perjuangan yang menguras pikiran, tenaga dan hati membuat waktunya bersama keluarga sangat sedikit dinikmati. Tahu-tahu anaknya sudah mendewasa tanpa disadari. Saat sedang bernapas lega sebentar, ternyata ia harus kembali menggenggam ‘senjata’ untuk membangun sistem. Ketika dikomunikasikan dengan keluarga memang ada sedikit protes dari anak-anak. Namun pada akhirnya seluruh keluarga mendukung semua yang akan ia lakukan.
Ia pun bersiap untuk berlari meski tak sekencang sebelumnya. SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring dengan tagline ‘Sekolah Calon Pemimpin’. Harapan bagi seluruh orang tua bahwasanya kelak anak-anak akan menjadi seorang pemimpin dalam hidup. Pemimpin yang memiliki karakter islami, berwawasan kebangsaan dan memiliki kompetensi yang tinggi.
Bukan satu hal yang mudah membangun sekolah yang sudah jelas memiliki segmen yang berbeda dari sekolah pada umumnya. Memadukan pendidikan formal dengan pesantren dan pendidikan semi militer untuk membentuk jiwa kepemimpinan dan kemandirian yang kuat. Tentunya membutuhkan tenaga yang jauh lebih besar karena cakupan siswa tak hanya sebatas kabupaten namun juga nasional.
Dalam perjalanannya awal pendirian SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring ini memiliki 13 siswa. Dua siswa berasal dari luar Jawa. Meski jauh dari harapan Hima Sugiyarto tak lantas turun semangatnya. Baginya perjuangan membangun pendidikan bisa dilihat setelah lima tahun. Sering kali ia pun mengeluarkan materi untuk mendukung pendidikan atau sekadar mengapresiasi prestasi guru dan murid. Ia tak pernah sayang dan tak menghitung hal itu.
Selain menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring, Hima Sugiyarto pun menjadi Direktur Perguruan Muhammadiyah Gunungpring yang membawahi SD Muhammadiyah Gunungpring, SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring, dan SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring. Tenaga dan pikirannya pun benar-benar fokus untuk AUM di Gunungpring.
Hima Sugiyarto hari ini
Sayangnya, tubuh tak sejalan dengan pikirannya. Pikiran masih bisa berpikir jernih. Hati masih bisa memilih. Namun tubuh tak lagi sama. Di tahun ketiga pendirian SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring datanglah pandemi yang meluluhlantakkan dunia. Hima Sugiyarto tahu bahwa ia memiliki komorbid sehingga harus lebih berhati-hati. Sayangnya di tahun 2021, Covid varian Delta sempat menyapanya.
Sejak hari itu, kesehatan semakin lama semakin menurun. Efek long covid masih terasa. Diperparah dengan varian Omicron yang menyapanya juga. Ternyata hal itu makin memperburuk kondisi tubuhnya. Berulang kali ia harus rawat inap di rumah sakit karena long covidnya. Sampai kemudian tahun lalu terdeteksi gagal jantung.
Tak sampai di situ saja. Ginjalnya pun mengalami penurunan fungsi. Penglihatannya pun sudah tak berfungsi dengan baik. Pelan namun pasti ia mengalami penurunan penglihatan. Jarak pandangnya hanya 1,5 meter. Ia mengenali seseorang dari suara yang ia dengar. Sering kali dalam seminggu ia harus ke tiga dokter spesialis. Spesialis penyakit dalam, spesialis penyakit jantung, dan spesialis mata. Napasnya sering kali terengah-engah.
Apakah itu menyurutkan langkahnya?
Tidak. Meskipun ia mengajukan pengunduran diri sebagai kepala sekolah di SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring dan baru disetujui setahun setelah surat pengunduran dirinya. Hati dan pikirannya tetap untuk pendidikan di Muhammadiyah Gunungpring. Sering kali diundang sebagai pembicara di berbagai forum Muhammadiyah. Ia tetap memaksa diri untuk melakukan tugasnya. Meskipun untuk mencapai tempat acara ia harus berhenti berjalan beberapa kali untuk beristirahat karena tak kuat berjalan lama.
Ia sempat mendapatkan penghargaan lifetime achievement dalam Dikdasmen & PNF Award di Rakornas Majelis Dikdasmen dan PNF PDM dan PWM se Indonesia. Hadiahnya saat itu adalah umroh.
“Jika boleh aku meminta, aku lebih suka menerimanya dalam bentuk materi. SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring masih butuh untuk pembangunan karakter anak.”
Begitu kata-kata yang sempat ia ucapkan. Bahkan dalam kondisi membutuhkan materi untuk pengobatan dirinya sendiri. Ia tetap memikirkan AUM yang dibangunnya.
Kami, warga Muhammadiyah Gunungpring bersyukur memilikinya. Sosok humoris yang kuat hati. Seseorang yang melakukan keteladanan. Bukan sekadar kata-kata.
***