Assalamualaikum temans,
Cantik. Begitu kesan pertama saya saat melihat cover yang dominan berwarna biru ini. Ilustrasi seorang perempuan yang membaca buku dengan nyaman di sebuah tempat duduk. Tempat duduk itu ternyata sebuah pohon yang dikelilingi air dan sedikit tumbuhan dan bunga terasa begitu feminin dan menenangkan.
Buku ini ditulis oleh Ibu Amanda Katili Niode, Ph.D, seorang pegiat harmoni bumi begitu beliau melukiskan diri. Buku ini dapat dikatakan sebagai hybrid memoir, gabungan antara memoar dan proses pengembangan diri. Tentang perjalanan pribadi dan pembelajaran dan tentunya tak lepas dari bumi dan pengalaman-pengalaman beliau di dalamnya.
Nah, sebelum bercerita tentang pengalaman membaca buku ini saya bakal informasiin dulu identitas buku ini.
Identitas Buku
Judul Buku : Dalam Dekapan Zaman, Memoar Pegiat Harmoni Bumi
Nama : Amanda Katili Niode, Ph.D
Penerbit : CV. Diomedia Solo
Cetakan : Pertama 2024
Jumlah Halaman : xxxviii + 420 hal
Ukuran Buku: 15 x 23 cm
ISBN : 978-623-8228-51-5
Harga : 145.000
Dalam buku Dalam Dekapan Zaman, Memoar Pegiat Harmoni Bumi terdapat 11 bab. Bab-bab ini tak harus dibaca secara berurutan seperti sebuah novel. Ya … setiap bab memang saling terkait. Namun masing-masing bab bisa berdiri sendiri. Jika teman-teman memilih membaca bab yang paling disuka terlebih dahulu. Saat membaca bab-bab secara acak teman-teman tidak akan merasa ada plot hole.
Buku Dalam Dekapan Zaman tak memberikan langkah langkah praktis dalam menjaga keberadaan bumi. Akan tetapi Ibu Amanda mengajak pembaca untuk menemukan arti dan kewajiban mereka sebagai manusia dalam pelestarian lingkungan. Bab-bab yang ada dalam buku ini meliputi :
01. Mengenal Bumi, Nilai dan Maksudnya
02. Menggalang Memoar untuk Bumi
03. Mengukir Landasan Pendidikan
04. Mengembangkan Profesi Harmoni Bumi
05. Menuju Masa Depan Berkelanjutan
06. Mendunia dalam Dialog Global
07. Membawa Perubahan dengan Kata
08. Menginspirasi dengan Climate Coaching
09. Mewacanakan Filsafat, Ilmu, dan Teknologi
10. Mengangkat Citra Kuliner Lokal
11. Menjalin Kolaborasi Pemuda
02. Menggalang Memoar untuk Bumi
03. Mengukir Landasan Pendidikan
04. Mengembangkan Profesi Harmoni Bumi
05. Menuju Masa Depan Berkelanjutan
06. Mendunia dalam Dialog Global
07. Membawa Perubahan dengan Kata
08. Menginspirasi dengan Climate Coaching
09. Mewacanakan Filsafat, Ilmu, dan Teknologi
10. Mengangkat Citra Kuliner Lokal
11. Menjalin Kolaborasi Pemuda
Kesan-Kesan saya saat membaca buku 'Dalam Dekapan Zaman'
Membaca buku “Dalam Dekapan Zaman, Memoar Pegiat Harmoni Bumi” karya Ibu Amanda Katili Niode buat saya sejujurnya terasa berat di Bab-bab awal. Ini terkait dengan mindset saya yang terbiasa membaca buku fiksi. Fiksi itu terasa ringan, seperti mengemut permen. Begitu disuguhi buku yang jauh dari passion membuat saya harus pelan-pelan mencerna apa yang disampaikan oleh Ibu Amanda untuk memahami apa yang ingin disampaikan oleh beliau.
Saya mengira kening saya bakal berkerut saat membaca bab-bab selanjutnya. Ternyata jauh dari perkiraan saya. Saat membaca bab-bab selanjutnya saya merasa lebih ringan dengan pilihan diksi yang dipilih oleh Ibu Amanda. Memang bukan pilihan kata yang ringan atau penuh dengan metafora. Namun hal-hal detil yang beliau tuliskan membuat saya makin mudah mengikuti apa yang menjadi pemikiran-pemikiran beliau.
Ada yang begitu menarik dan menjadi catatan bagi saya saat membaca buku ini. Beberapa hal yang relate dengan kehidupan saya sebagai seorang anak, ibu dan dan penulis lepas. Kehidupan yang membuat saya banyak bersyukur diberikan karunia oleh Yang Maha Kuasa dan bersifat personal.
Kehadiran seorang ayah dalam kehidupan putrinya.
Dalam Bab I memperlihatkan bahwa peran ayah Ibu Amanda yang aktif dalam kepengasuhan anak. Bapak John Ario Katili ditengah kesibukannya selalu menjalin komunikasi dengan Ibu Amanda. Di tengah ramainya pembahasan anak-anak yang saat ini fatherless, tak mendapati peran ayah dalam kehidupan mereka. Amanda kecil sering kali dilibatkan dalam berbagai hal penting dalam kehidupan ayahnya.
Di usianya yang berumur 3 tahun Amanda kecil ditanya tentang judul disertasi ayahnya.
“Apa judul disertasi Papa?”
“Geological Investigations on the Lassi Granit Mass Central Sumatera,” jawab Amanda kecil dengan sedikit cadel namun fasih.
Saat sang ayah menyusun pidato ilmiah yang akan disampaikan pada upacara Dies Natalis dan Hari Sarjana ITB di bulan Maret 1968 ayahnya pun bertanya pada Amanda kecil yang saat itu masih berusia 11 tahun saat tak menemukan kata yang tepat dalam penggambaran awal pidato.
“Non, apa kata yang bagus untuk menggambarkan awan?” tanya Bapak John Ario Katili.
“Mega!” sahut Amanda kecil sambil terus bermain boneka.
Sampai puluhan tahun kemudian dalam berbagai kesempatan jika Bapak John sedang memegang pidato ilmiah dan Ibu Amanda berada di dekat ayahnya.
“Ini tulisan yang kau buat waktu masih kecil,” kata Bapak John membuat sang putri pun gembira.
Saya bisa membayangkan betapa Ibu Amanda selalu mendapatkan apresiasi dari seorang ayah. Kesibukan tak membuat ayahnya lalai untuk mengisi tangkai kasih sayang untuk putrinya. Rasa dihargai dari seorang ayah membuat seorang anak perempuan jadi makin percaya diri dan membuat kemampuan anak dalam bersosialisasi lebih baik
Berkarya dalam membuat sebuah proyek bersama itu tidaklah mudah
Kebiasaan Ibu Amanda dalam membaca artikel, jurnal maupun buku dari berbagai genre membuat beliau ingin mengumpulkan memoar dari orang-orang yang terlibat dalam The Climate Reality Project, organisasi nirlaba yang didirikan oleh mantan presiden Amerika Serikat dan pemenang hadiah nobel perdamaian, Al Gore. Sejumlah relawan dari berbagai lapisan masyarakat tergabung di dalamnya. Ada lebih dari 50.000 sukarelawan yang disebut sebagai climate reality leaders tersebar di 170 negara dan sekitar 1000 orang ada di Indonesia.
Keinginan beliau pun bersambut. Naskah yang dikumpulkan oleh Climate Reality Indonesia datang dalam berbagai bahasa. Memoar yang merupakan pengalaman pribadi yang terkait dengan ilmu pengetahuan, dampak, solusi maupun aksi perubahan iklim pun disusun untuk memberikan wawasan, refleksi, inspirasi maupun menuangkan berbagai gagasan dan pemikiran yang terkait dengan kecintaan yang besar terhadap bumi.
Saya tahu, membuat karya bersama tidaklah mudah. Mengumpulkan naskah dari orang-orang yang memiliki kesibukan adalah tantangan. Setiap pengerjaan buku memiliki deadline supaya timeline pembuatan buku bisa berjalan sesuai rencana. Belum lagi jika penulis menulis dengan asal-asalan sehingga penanggung jawab harus melakukan editing maupun revisi sebelum diserahkan pada penerbit.
Belum lagi menjalin kerjasama dengan penerbit. Tak semua penerbit menyukai naskah-naskah ‘berat’ seperti yang dibuat oleh Ibu Amanda dan kawan-kawan. Sering kali penerbit lebih menyukai naskah-naskah ringan dan populer yang lebih mudah diterima oleh pasar. Sebagian penerbit akan mencari naskah yang sedang tren saat ini, dan tentu saja hal itu disukai oleh industri penerbitan.
Bersyukur sekali, Ibu Amanda menemukan penerbit yang memiliki visi yang sama untuk memberikan insight pada pembaca bagaimana mencintai lingkungan hidup dan memperjuangkannya.
Pendidikan sangatlah penting untuk membuka wawasan manusia
Pendidikan bukan hanya perkara menjadi juara kelas atau ranking satu. Banyak orang-orang hebat yang saya kenal saat awal pendidikannya adalah anak yang biasa-biasa saja. Namun mereka memiliki fokus yang kuat terhadap apa yang menjadi passion mereka sehingga melejit menjadi orang yang ahli di bidangnya.
Begitu juga dengan ibu Amanda. Sampai beliau lulus SMA nilai beliau biasa-biasa saja. Nilai tertinggi yang dimiliki adalah nilai Bahasa Inggris. Akan tetapi karena sejak kecil dikenalkan tentang bumi dan alam seisinya oleh sang ayah, Ibu Amanda pun memilih jurusan Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Teknologi Bandung.
Ibu Amanda yang di masa kecilnya suka sekali menonton film dokumenter bawah laut karya petualang samudra dari Perancis, Jacques-Yves Cousteau pun begitu menikmati sebagai mahasiswa Departemen Biologi. Belajar tentang taksonomi , membahas nomenklatur binomial, sistem penamaan ilmiah untuk hewan dan tumbuhan. Ketika perjalanan lapangan di hutan tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan namun juga memperdalam apresiasi terhadap keanekaragaman hayati.
Setelah lulus S-1 dan menikah, Ibu Amanda sebenarnya tak memiliki ambisi untuk mengambil pendidikan S2. Akan tetapi karena dukungannya kepada sang suami yang ingin melanjutkan pendidikan S2 di Amerika Serikat beliau pun melanjutkan S2 nya di American University, College of Art and Science dengan Interdisciplinary Studies of Ecology & Environmental Management setelah mendapatkan beasiswa dari PT Tambang Timah karena pernah menjadi konsultan di perusahaan BUMN tersebut.
Setelah itu beliau pun mengambil pendidikan doktoral setelah melalui pertimbangan suami dan sang ibunda. Beliau pun menempuh pendidikan di School of Natural Resources University of Michigan Ann Harbour pada bidang Sumber Daya Alam dengan konsentrasi Managemen Perencanaan dan Kebijakan.
Dari studi yang beliau tempuh ini membuka berbagai jalan di dunia pendidikan. Apalagi saat itu ilmu lingkungan tak begitu populer. Beliau mengajar di berbagai universitas bahkan menjadi dosen tamu di luar negeri karena ilmu yang beliau miliki. Berinteraksi dengan manusia di berbagai belahan dunia membuat beliau makin menyadari bahwa pendidikan bukan sekadar tentang pengetahuan akan tetapi juga pemberdayaan belajar yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berubah dan bertindak secara efektif dalam menghadapi perubahan.
Bagi saya pribadi pendidikan sangatlah penting bagi keluarga. Saya pun mendorong anak-anak untuk belajar apa yang mereka sukai. Jika menemui kesulitan di tengah jalan itu adalah tantangan dan latihan untuk mencari solusi. Apakah yang mereka pelajari nantinya akan menjadi jalan mencari rezeki atau tidak itu tidak masalah bagi saya. Rezeki sudah ada yang mengatur. Jikalau dalam hidupnya mereka mau menempuh studi lanjutan, saya akan mendukung sekali, apalagi jika ilmu yang mereka miliki bisa ditularkan dan memiliki manfaat bagi orang lain seperti Ibu Amanda.
Mengkomunikasikan pikiran dengan kata
Komunikasi adalah cara manusia untuk menyampaikan informasi, ide dan berbagai pesan baik secara verbal maupun non verbal. Manusia menyampaikan pikirannya kepada orang lain saat ini melalui berbagai media. Begitu pula manusia berperan dalam mencintai bumi dan lingkungan.
Berbagai media tumbuh secara pesat. Bermacam platform bisa difungsikan untuk bergerak memberikan edukasi karena teknologi informasi yang berkembang begitu dahsyatnya. Tinggal memilih segmen mana yang akan menjadi sasaran dari informasi yang akan disampaikan.
Dalam Bab 7 Ibu Amanda membahas tentang bagaimana semua pihak bisa turut serta melakukan campaign tentang bumi dan lingkungan hidup secara masif lewat media sosial maupun aplikasi. Melalui twitter, instagram, facebook, tiktok, threads dan media sosial lain memungkinkan melakukan penyebaran informasi secara cepat dan luas. Sementara itu jika ingin memberikan informasi yang lebih mendalam bisa menggunakan blog maupun youtube. Webinar dan podcast dapat mencakup dunia dan memberikan materi yang lebih kompleks. Film dokumenter atau fiksi science bisa menjadi media bagi penonton global yang ingin menikmati informasi secara audio visual.
Buku bergambar, buku cerita, atau komik bisa menjadi media pembelajaran bagi anak-anak untuk mengenalkan alam, lingkungan dan bagaimana cara mencintainya. Melakukan pembelajaran dengan menggunakan bahan-bahan alam yang bisa didaur ulang pun menjadi langkah nyata edukasi bagi anak-anak dalam menyelaraskan bumi dan isinya.
Semua orang bisa berperan. Semua orang bisa terlibat bahkan gen alpha sekalipun. Meskipun butuh effort yang lebih di masa ini. Namun hal ini tetap memungkinkan bagi semua orang bertutur dengan pengetahuan yang dimiliki untuk perubahan.
Sebuah perubahan tidak ada yang instan. Siapapun bisa melakukan hal itu.
Lembar demi lembar buku ini menyadarkan saya bahwa bumi ini begitu kaya akan sumber daya. Semesta ini menyediakan semua yang dibutuhkan dengan beragamnya materi yang ada di dalamnya. Tempat tinggal kita, tanah yang kita pijak dan langit yang menjadi payung bagi kita penghuni bumi.
Menjaga bumi, menyelaraskan harmoni, sudah semestinya menjadi tugas kita sebagai penghuninya. Memulai langkah kecil, dari diri kita. Membiasakan diri untuk tak menyakiti bumi, menularkan pengetahuan yang kita miliki dan memberikan teladan pada anak cucu kita bagaimana seharusnya kita mencintai ciptaan Tuhan yang telah renta dan rusak oleh penghuninya sendiri.