Assalamualaikum temans,
Setiap orang berpotensi mengalami ketidakadilan, pelecehan, kejahatan, dan berbagai ketidaknyamanan dalam kehidupan. Pasti akn mengalami trauma saat menjadi korban di berbagai titik di dalamnya. Namun beberapa individu mengembangkan mentalitas menjadi seorang korban. Alih-alih mencari solusi atau pemecahan masalah. Individu ini lebih ‘senang’ untuk menceritakan penderitaannya dibanding mengusahakan langkah yang bisa membuatnya beranjak dari rasa sakit yang dideritanya.
Kondisi pikiran yang seperti inilah yang akan mempersakit batinnya. Tentu saja akan menghalangi individu untuk mencapai kedamaian dan kepuasan. Semuanya berpusat pada diri sendiri. Tak memikirkan orang lain yang menjadi pendampingnya.
Ada tinjauan studi yang dilakukan oleh Kaufman (2020) tentang mentalitas korban. Empat karakteristik utama dari individu yang memiliki mentalitas korban adalah :
- Terus menerus mencari pengakuan atas status korbannya. Individu dengan mentalitas korban akan mencari validasi dari orang lain atas status korbannya. Ia akan terus-menerus mengeluh menganggap perubahan dalam keadaan sebagai sesuatu yang tidak adil.
- Elitisme moral atau keyakinan atau sikap bahwa sekelompok orang tertentu, memiliki moralitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain dan merasa berhak atas anggapan bahwa moralitas mereka lebih penting atau valid. Elitisme moral seringkali digunakan untuk mengendalikan orang lain dengan menuduh orang lain tidak bermoral, tidak adil, atau egois
- Kurangnya empati atas rasa sakit yang diderita oleh orang lain. Individu ini tidak mampu membayangkan sudut pandang lain dan terjebak dalam mentalitas korban yang memiliki kecenderungan mementingkan diri sendiri. Ia tak mempedulian seberapa besar perasaan tak nyaman orang lain, bagaimana orang lain pun memiliki penderitaan meski dengan kadar yang berbeda. Orang lain harus tidak terus-menerus memberikan validasi atas apa yang mereka rasakan sebagai korban.
- Fokus dengan viktimisasi di masa lalu. Pikiran yang berulang tentang pengalaman yang buruk di masa lalu menyebabkan ia memiliki perasaan yang selalu negatif. Ia akan selalu merasa sedih yang berkepanjangan, rasa malu yang tak berujung, bisa jadi membuat dirinya stres dan depresi.
Tanda-tanda pola pikir individu yang memiliki mentalitas korban
Individu yang terus menerus menganggap diri mereka sebagai korban sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan mereka melalui “keuntungan” yang diperoleh dari menghindari tanggung jawab atas masalah. Biasanya mereka melakukan hal-hal berikut ini.
- Menyalahkan orang lain atas masalah dan kesulitan mereka
- Membebankan tanggung jawab atas perasaan dan kesalahannya pada orang lain bukan diri sendiri.
- Ketidakberdayaan karena merasa bergantung pada orang lain yang berada di luar kendali mereka
- Fokus merasakan kemalangan yang dirasakan dan mengasihani diri sendiri
- Tidak mau atau berusaha mengambil langkah aktif untuk memperbaiki situasi yang dialami.
- Memiliki perpektif negatif dan cenderung menggantungkan harapan dan kebahagiaan pada orang lain
Memperbaiki mentalitas korban supaya lebih berdaya
Sebenarnya satu hal yang wajar saat peristiwa yang menyakitkan itu akan membuat manusia sedih, terluka, marah, kecewa dan perasaan negatif yang bercampur menjadi satu.
Tak mengapa untuk beberapa saat manusia yang menjadi korban ini memvalidasi perasaan negatifnya. Itu hal yang sangat manusiawi. Namun pada akhirnya si korban juga harus pulih dan dari rasa sedih dan trauma supaya memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pengembangan akan kesadaran diri, kemauan untuk melakukan perubahan dan memiliki komitmen dan bertanggung jawab dari berbagai pilihan dan tindakan. Jangan sampai pilihan dan tindakan yang dilakukan malah menjadikannya memiliki penyesalan yang berkepanjangan.
Jika merasa kesulitan untuk keluar dari akar masalah yang dihadapi boleh kok meminta pertolongan orang lain bahkan akan jauh lebih baik jika meminta bantuan dari profesional. Tentunya dengan pendampingan dari profesional tentunya proses yang dijalani akan lebih terarah dan bisa jadi akan lebih cepat pulih.
Namun jika ingin melakukan sendiri, coba saja lakukan langkah-langkah ini untuk menjadikan diri sebagai individu yang lebih berdaya.
- Meningkatkan kesadaran diri sendiri bahwa tak selamanya berpikir sebagai korban terus menerus.
- Membangun kekuatan diri sendiri untuk lebih kuat atau memperbaiki diri sendiri dari segi manapun. Fokus pada kekuatan yang dimiliki dibanding hal-hal yang tak dipunyai.
- Menentukan tujuan atau prioritas tujuan yang realistis. Pilih langkah-langkah yang lebih mudah dan bisa dilakukan tanpa bantuan orang lain. Keberhasilan kecil akan menaikkan kepercayaan diri sehingga akan mengurangi perasaan tak berdaya.
- Fokus untuk mencari solusi dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
- Reframing atas semua yang terjadi itu alamiah dan belajar dari pengalaman yang dimiliki.
- Menguatkan diri dan belajar menghadapi tantangan, ketidaknyamanan, belajar beradaptasi dengan situasi yang baru, mempelajari jika suatu saat timbul masalah yang baru, dan mengembangkan sisi psikologis menjadi pribadi yang lebih fleksibel.
- Berlatih menetapkan batasan yang sehat termasuk pada orang-orang terdekat untuk mencegah manipulasi dan eksploitasi. Belajar berkata tidak dan memiliki prioritas pada kebahagiaan sendiri. Sadari bahwa sudah bukan saatnya lagi menggantungkan harapan dan kebahagiaan pada orang lain.
- Mendorong rasa syukur dan belajar menghargai hal-hal sekecil apapun dalam hidup.
- Maafkan diri sendiri bahwa kesalahan bisa terjadi pada siapa saja. Cintai diri sendiri untuk memenuhi tangki cinta sebelum mencintai pihak lain. Sadari bahwa diri sendiri lebih berharga.
Individu yang berada dalam jebakan mentalitas korban akan menjadi semakin frustrasi dan melelahkan. Perasaan putus asa akan memangkas upaya individu untuk semakin berdaya. Tak ada perbaikan yang instan. Namun dengan berlatih tak ada yang tak mungkin.
Kesehatan mental menjadi tanggung jawab diri sendiri. Bukan orang lain.