Bener nggak sih, anak yang bersekolah
di sekolah yang menerapkan Full Day School itu tertekan dan kelelahan?
Kalau menurut pendapat saya
sih, semuanya nggak bisa digebyah uyah.
Untuk anak yang kondisi fisiknya rentan, mungkin saja kegiatan Full Day School
menguras stamina anak-anak sehingga ketika pulang kelihatan lelah dan kurang
bersemangat. Apalagi jika ditambah metode pengajaran yang kurang tepat akan
membuat anak-anak terbebani dengan kegiatannya seharian.
Lalu ada nggak sih, sekolah yang bikin anak
hepi banget saat berangkat ke sekolah dan saat pulang sekolah anak-anak tetap
ceria?
Kalau di tempat saya sih
ada. Dua anak saya, satu SD dan satu SMP menerapkan full day school. Bagi saya,
yang penting anak-anak hepi dan menikmati kegiatannya di sekolah. Selalu punya
rasa kangen ke sekolah jika libur tiba. Duo krucil saya akan kebingungan kalau
libur tiba. Jangankan libur panjang, libur hari Ahad saja mereka sudah
merindukan hari Senin.
Apa sih yang membuat
anak-anak saya hepi saat bersekolah?
Kalau si kecil sih, dia merasa sekolah
adalah playground nya. Lilo yang pola belajarnya kinestetik akan beredar terus,
kalau perlu mengelilingi sekolah untuk bereksplorasi. Meski pernah bermasalah
dengan salah satu gurunya dua tahun
lalu, saat ini dia kembali enjoy jika diajar oleh guru yang bersangkutan. Kalau
saya tanya bagaimana perasaannya, dia akan menjawab udah nggak papa, Nggak
takut, nggak marah, dan nggak papa. Oke lah kalau begitu. Luka hatinya telah
sembuh dan kembali menikmati sekolah dengan ceria. It’s all fine.
Beda lagi sama si kakak.
Anya, sulung saya bersekolah di SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Secara
kedisiplinan bagi saya standar umum untuk sekolah ya seperti itu.
Kurikulumnya memadukan pelajaran umum dan pelajaran agama. Ditambah untuk
muatan lokal yang berbeda dari sekolah lain adalah pelajaran Tafhimul Quran,
memahami Al Quran perkata. Mirip dengan sekolah Islam terpadu lainnya.
Lalu apa istimewanya?
Saat anak-anak berangkat sekolah, sudah ada guru yang menyambut anak-anak di gerbang sekolah. Senyum dan jabat tangan pada anak didik tentu saja membuat anak-anak merasa diterima. Membuat anak-anak menjadikan sekolah adalah rumah keduanya.
Anak saya menjadi
pribadi yang lebih baik ketika menjadi bagian dari SMP Muhammmadiyah Plus. Berangkat
sekolah selalu bersemangat, dan ketika pulang pun selalu excited dengan apa yang didapat di sekolah. Ada aja cerita yang dibawa
ketika pulang sekolah.
Dulu, Anya merasa matematika
adalah pelajaran yang sulit. Namun saat kelas tujuh, guru matematikanya menjadi
ustad favorit nya. Kenapa?
“Kalau pelajaran sering di
luar kelas, boleh bawa makanan, boleh bawa mainan. Boleh makan atau main kalau
tugasnya udah dikerjain,” begitu testimoni Anya. Dan terbukti, nilai matematika
saat kelas tujuh kemarin melejit, jauh diatas ekspektasi saya.
Kedekatan antara siswa dan
pendidik tak perlu diragukan lagi. Curhat masalah apapun bisa dikomunikasikan
dengan para ustad dan ustadzah. Pendekatan yang mirip dengan sahabat pun
dilakukan para pendidik. Jadi, jangan heran, kalau siswa pun bisa curhat dengan kepala tata usaha di sekolah.
Bagaimana dengan ibadahnya?
Kalau anak saya, alhamdulillah, udah nggak perlu disuruh-suruh lagi. Shalat
lima waktu udah auto pilot. Jika ketiduran dan belum shalat Isya, seandainya lupa membangunkan kembali pun, dia
akan shalat sendiri. Bahkan sekarang mulai Qiyamul Lail. Karena apa coba? Dia jleb banget dengan pesan dari ustad pengajar AAQ nya. Menyampaikan pesan keagamaan tidak sekedar surga dan neraka atau dosa dan pahala. Namun lebih menyadarkan anak-anak akan kebutuhan terhadap Allah, tanggung jawab sebagai manusia, juga semangat perjuangan menjadi manusia yang lebih baik.
Pendidikan akhlak pasti menjadi nomer satu. Saya hanya nyengir waktu buka gadget sulung saya, membuka akun media sosialnya, dia bisa menasehati saudaranya. Ia juga menjadi peer conselor bagi teman yang bermasalah. Semoga Allah menguatkan anak saya, tak hanya saat dia masih berada di sekolahnya sekarang. Tapi juga di kemudian hari. Aamiin.
Saya kalau ngeliat sekolah
yang satu ini, kadang heran aja. Para siswa betah banget berada di sekolah. Setiap
hari ada ekskul. Dan ekskulnya lumayan banyak. Mulai dari PMR, English Club,
Japanese Club, Jurnalistik, Fotografi sampai tata boga. Kalau dijumlahkan ada lebih dari 30
ekstrakulikuler. Saat kelas tujuh, dari enam hari sekolah, yang empat hari Anya
selalu pulang jam 17.00 karena ikut ekstra kurikuler. Capek? Tentu, tapi tak
lantas membuat tanggung jawabnya sebagai siswa terabaikan. Semua tugasnya akan
diselesaikan tanpa minta tolong kepada saya sebagai orang tua. Palingan saya
hanya nemenin aja kalau pas bikin tugas.
Bagaimana dengan prestasi
akademiknya?
SMP Muhammadiyah Plus ini
baru berdiri 10 tahun. Tapi untuk UNAS, sudah beberapa tahun ini menduduki
peringkat ke-3 untuk sekolah negeri dan swasta di Kabupaten Magelang. Bahkan
untuk tahun ini, peringkat di Jawa Tengah berada di posisi 22 untuk sekolah SMP
se-Jawa Tengah.
Lalu, prestasi non
akademiknya gimana?
Mmm ... gimana kalau
langsung ke sekolahnya aja? Piala yang berderet di selasar pintu masuk sekolah
yang akan berbicara tentang prestasi yang diraih.
Beneran, jangan apriori dulu
terhadap label ‘full day school.’ Nggak semengerikan yang orang tua sering
bayangkan. Kita bisa melihat langsung proses pembelajaran anak-anak yang berada
di sekolah.
Bagi saya, SMP Muhammadiyah
Plus Gunungpring sukses mem-branding
sekolah menjadi ‘Sekolah Para Juara.’ Juara dalam bidangnya. Karena multiple intellegence
anak-anak yang beragam bisa tergali.
Proud Of You, and Happy to
be part of SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring.
Keren ya, sekolahnya Anya. Great
BalasHapusIya mbak, makanya Anya disekolahin ke siti hehehe tengs sudah berkunjung
BalasHapussip sip
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus