photo taken by ets |
Kesan
pertama saya mengenalnya, dia adalah perempuan kalem dan sederhana.
Penampilannya yang jauh dari bling-bling bahkan menurutnya kluwus ternyata merupakan salah satu jalannya menjauhkan diri dari
tabarruj. Saya merasa ‘jleb’ banget ketika mengkritik penampilannya mendapatkan
jawaban seperti itu. Saya yang merasa sudah sering mengikuti taklim aja belum
sampai pada pemikiran seperti itu.
Namanya Indah Novita Dewi. Saya memanggilnya
Mbak Ind. Pertemuan pertama saya adalah bulan Desember 2013, pertama kali saya
bergabung di IIDN Jogja yang saat itu kopdar di rumah Mbak Astuti, korwil
periode 2012 – 2014. Pertemuan pertama
yang mengesankan. Semakin sore semakin terlihat gokilnya. Dan saya seperti
menemukan rumah baru.
Takdir
ternyata membuat saya dekat dengannya. Setiap saya ke Jogja janjian dengan
penerbit atau seseorang, tak lupa saya ndlosor dulu di rumahnya. Awalnya karena
strategis, dekat dengan Jakal. Lama-lama karena tak tahu malu, pesen sarapan
atau kopi sebelum ke tujuan utama saya. Kadang saya bawa sendiri kopi favorit
saya, dengan niatan tak merepotkannya. Padahal sama saja.
Awalnya
banyak ngobrol karena passion yang sama dalam hal literasi. Di sela-sela
studinya ia masih menyempatkan diri menulis fiksi. Beberapa tulisannya dimuat
di majalah anak-anak. Dan yang membuat saya angkat topi tinggi-tinggi, ia
berjalan di jalan sunyi. Tak banyak bicara, namun intens melahirkan karya. Kemudian
kami sama—sama menjadi pengurus IIDN Jogja. Lama-lama obrolan kami berkembang. She is my partner in crime. Curhat atau
nyinyirin orang kadang menjadi ‘me time’
kami. Bahkan membuat scene-scene drama
yang pastinya nggak bakalan kami lakukan. Kalau melihat WA chat kami, akan
bertebaran emoticon ngakak sampai nangis ataupun tulisan ‘wkwkwk’. Bahkan
sampai semalam ketika saya minta ijin memakai fotonya untuk tulisan ini. Pada
kenyataannya, kami tak punya banyak foto berdua.
Saya
sering meneteskan air mata ketika dia bercerita. Bercerita tentang Naufal, putra pertamanya
yang mengidap Atresia Billier. Bercerita tentang perjuangannya mempertahankan
kehidupan Naufal yang hanya tiga bulan. Kebahagiaannya melahirkan Nina.
Mendapatkan anugerah ketika Emir, putranya yang ketiga dinyatakan autis ringan
oleh dokter. Kemudian harus kembali ke
tumbuh kembang anak di RS Sarjito karena Amel putri bungsunya terdeteksi ADHD. Setiap
hari mengkhawatirkan putra putrinya.
Tuhan
memilihmu menerima ujian ini karena engkau mampu, mbak Ind. Bersabar dan bersyukur, bahwa engkau melewati
ini semua tak sendiri. Bersama orang-orang tercinta, kamu akan kuat melewati perjalanan
hidup yang kadang menukik tajam.
Aku
belajar sabar dan berusaha darimu. Kuatnya niatmu. Juga rendah hatimu.
sip sip
BalasHapusmakasih udah mampir yaaa
Hapusmatur nuwun cerita inspiratifnya. jadi semakin ingin mengikuti kopdar iidn jogja. moga2 bisa kesampaian kalau tempatnya terjangkau.
BalasHapusmangga ikutan kopdar dengan emak-emak keren di IIDN mbak, ditunggu lhooo ... Maturnuwun sudah mampir
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus