Ketika saya melihat
lingkungan serta hal-hal yang terjadi di sekitar kita mengenai remaja
kekinian, rasanya ngeri-ngeri sedap membayangkan seperti apa
lingkungannya sepuluh tahun ke depan. Saat ini mendengar cerita si Kakak tentang
teman-temannya kadang membuat saya ngeri.
Sulit membayangkan anak gadis seusia si Kakak sudah berpacaran, bahkan
sampai kelewat batas.
Dengan si Kakak, saya lebih mudah ngobrolin akhlak maupun adab karena kami sama-sama perempuan. Saya lebih mudah ngobrol tentang kekonyolan yang saya lakukan di usianya, atau hal-hal yang boleh dan tidak dilakukan untuk menjaga pergaulan. Selain karena sudah lebih dewasa pemikirannya dibanding beberapa waktu yang lalu, dia tak sungkan untuk bertanya apapun ke saya, apalagi yang ada kaitannya dengan seksualitas. Saya mengikuti sejauh apa si Kakak mengetahui, serta menjawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah ia pahami. Meski menyusun kata untuk memahamkan si Kakak juga bukan hal yang mudah. Namun sejauh ini, menurut saya sudah berjalan baik.
Dengan si Kakak, saya lebih mudah ngobrolin akhlak maupun adab karena kami sama-sama perempuan. Saya lebih mudah ngobrol tentang kekonyolan yang saya lakukan di usianya, atau hal-hal yang boleh dan tidak dilakukan untuk menjaga pergaulan. Selain karena sudah lebih dewasa pemikirannya dibanding beberapa waktu yang lalu, dia tak sungkan untuk bertanya apapun ke saya, apalagi yang ada kaitannya dengan seksualitas. Saya mengikuti sejauh apa si Kakak mengetahui, serta menjawab pertanyaan dengan bahasa yang mudah ia pahami. Meski menyusun kata untuk memahamkan si Kakak juga bukan hal yang mudah. Namun sejauh ini, menurut saya sudah berjalan baik.
Nah ... gimana nih
dengan si Adik? Bungsu saya yang usianya baru 10 tahun, laki-laki pula, kadang
bertanya hal-hal yang saya nggak paham. Contohnya, ketika saya ditanya
bagaimana rasanya mimpi basah, saya harus berpikir lama sebelum menjawab,
“Bagaimana kalau Adik tanya Ayah?”
Si Adik harus bersabar
menunggu Ayah pulang seminggu kemudian. Maklumlah, Ayah Bundanya tergabung dalam barisan pejuang
LDR. Kebetulan
si Adik kurang suka bicara via telpon. Dia akan menunggu Ayah pulang, kemudian
ngobrol di meja makan setelah makan malam akan menjadi waktu favorit untuk
bertanya apapun.
Seminggu kemudian, Si
Ayah pun cukup lama terdiam sebelum kemudian menjawab,” Rasanya enak dan nyaman,
Dik.”
Si Adik nggak puas
dengan jawaban Ayah. Dikejarnya jawaban Ayah.
“Sama coklat enak mana,
Yah?”
“Enak mimpi basah.”
“Kalau sama Bakso?”
“Lebih enak lagi.”
“Wah ... pasti enak
sekali rasanya. Coklat dan bakso aja kalah enak. Emang mimpinya tentang apa to,
Yah?”
Hening. Meski saya
menahan diri untuk tidak tertawa.
“Mimpinya melakukan
kegiatan bersama.”
“Kayak Pramuka atau
Ekstrakurikuler?”
Duh ...
Ayahnya cuma mesem. Pemahamannya emang baru segitu, tapi
pertanyaannya udah bikin si Ayah berpikir cukup keras sambil memilih diksi yang
pas.
“Ya ... nggak melibatkan
banyak orang gitu sih, Dik.”
“Kayak main badminton?”
Sambil tertawa si Ayah
menjawab,” Semacam itulah Dik.”
Jawaban Ayah mungkin
saja belum melegakan si Adik. Sepertinya ia masih harus berpikir keras mencerna
jawaban Ayah.
“Kayak main badminton,
tapi lebih enak daripada coklat sama bakso. Kayak apa ya?”
“Nggak usah dipikirin
sekarang. Nanti pada waktunya Adik akan tahu. Nanti kalau Adik sudah SMP, kita obrolin lagi.
Oke?”
Ayah dan Adik pun ber hi-five, kemudian mengganti topik
obrolan.
Saya dan si Ayah harus
bersiap-siap. Dua atau tiga tahun lagi kami punya ABG baru di rumah. Pastinya
apa yang ingin diketahui si Adik berbeda dengan apa yang sudah saya sampaikan
ke Kakak. Memberikan pemahaman ke anak disesuaikan dengan umur dan apa sudah diketahui
oleh anak. Nggak usah panik. Semua orang tua pasti ngalamin kok, kesulitan
menjawab pertanyaan anak-anak.
Happy Monday,and Keep on spirit!
Memang harus pinter cari kata-kata yang pas. Anak saya laki-laki semua, urusan begitu saya kadang merasa risih juga. Lanjut diskusi dengan ayahnya. Saya berharap anak-anak tidak mencari tahu di tampat lain.
BalasHapusIya mbak, mikirnya semingguan hahaha ... makasih sudah mampir yaa
HapusLumayan berfikir keras jg yaa mba, biar ndak salah tangkap. Susah2 gampang :)
BalasHapusSalam kenal mba, sy relita :)
Iya mbak, bikin cenat cenut kata si ayah. Salam kenal mbak Relita, kita sudah satu grupp di Gandjel Rel lho. Terima kasih sudah mampir.
HapusLumayan berfikir keras jg yaa mba, biar ndak salah tangkap. Susah2 gampang :)
BalasHapusSalam kenal mba, sy relita :)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusNtar pasti ngerasain kalo punya anak cowok. Terima kasih sudah mampir ya
HapusItu juga yg sedamg saya pikirkan utk calon abg saya (11 thn) mmg hal2 semacam ini harus melubatkan si ayah ya
BalasHapusIya mbak Rita, kita emak-emak begini kan nggak pernah tau kayak apa rasanya mimpi gitu. Terima kasih sudah mampir :)
Hapushihi ayahnya pinter yaakss..... aku aja gak kepikiran gitu....
BalasHapusUdah briefing duluan sama Bundanya, meski pertanyaannya bersayap terus. Terima kasih sudah mampir yaaa :)
Hapuspertanyaan yang harus dijawab dengan berfikir keras nih.. hehe
BalasHapussudah lama jalan2 di blog ini, tapi baru kali ini meninggalkan jejak..:D
Salam kenal mba :)
Terima kasih sudah menjejak, Mas Andi, semoga betah :)
HapusSalam balik yak
Well, emak juga harus belajar. Nggak bisa cuma ngandelin pasangan si emak :))
BalasHapusIyaaa ... Si emak kudu pinter lahir bathin kayaknya. Terima kasih sudah menjejak mb Triani. :)
HapusAloha mbk Irfa, duh kayak tantangan baru ortu era masa kini yg harus bijaak n cermat mendampingi anak2 yg mulai tumbuh pra remaja.
BalasHapusUntung saya n suami open minded dan sring diskusi dengan anak2 scra santai.
akun IG & Twitter : @cputriarty
Halo juga mb,
HapusSetiap keluarga selalu memiliki caranya sendiri untuk menjadikan anak-anaknya pribadi yang berkarakter baik. Salut bisa open minded, sayanya kadang masih sering pake kaca mata kuda je. Terima kasih sudah menjejak ya mbak :)