Assalamualaikum Temans,
Setelah beberapa kali saya menulis artikel tentang relationship saya dengan anak-anak, ada beberapa teman yang kemudian japri. Ada yang bertanya bagaimana saya bisa dekat dengan anak-anak, bertanya tips mendekati anak remaja, bahkan ada juga yang kemudian curhat.
Setelah beberapa kali saya menulis artikel tentang relationship saya dengan anak-anak, ada beberapa teman yang kemudian japri. Ada yang bertanya bagaimana saya bisa dekat dengan anak-anak, bertanya tips mendekati anak remaja, bahkan ada juga yang kemudian curhat.
Sebenarnya,
hubungan kami juga nggak sempurna seperti yang dibayangkan oleh beberapa teman
yang japri. Saya mengalami masa-masa sulit mendekati anak-anak, terutama si
Kakak. Saya juga sempat kok ‘roadshow’ ke beberapa teman yang berprofesi
sebagai psikolog karena ketidakmampuan saya menangani masalah. Saya seperti ibu-ibu yang lain juga kok, pernah
punya perasaan tak berdaya atau merasa bukan ibu yang baik untuk anak-anak.
Anak-anak
selalu kita harapkan menjadi qurrota a’yun bagi kita, namun suatu saat
anak-anak juga menjadi bagian dari ujian kehidupan kita saat menjadi orang tua.
Dan saya pun pernah merasakan sakitnya anak menjadi ujian bagi saya.
Baca
artikel Ketika Anak Terpapar Pornografi.
Namun
ketika ujian itu telah berlalu, selalu ada hikmah di setiap kejadian. Saya semakin
berusaha memahami Kakak lebih dari yang sebelumnya, dan menambahkan perhatian
lebih banyak lagi karena Kakak tipe anak centre of attention. Anak yang ingin
menjadi pusat perhatian. Merasa kurang meski saya merasa sudah memberikan kasih
sayang yang sama. Dan membuatnya kurang dewasa.
Saya
bersyukur, perkembangan Adek ternyata lebih dewasa daripada si Kakak. Itu
membuatnya merasa punya kewajiban untuk mendampingi Kakaknya. Ia takkan menolak ketika si Kakak minta
ditemani kemanapun. Bahkan sekedar untuk foto selfie di sebuah tempat yang
menurut kakak instagramable.
Saya
masih berproses untuk mendekati anak-anak. Apalagi sekarang masa-masa dimana
mereka banyak bertanya tentang hal-hal baru. Baik itu dari fisik, maupun
lingkungan. Lingkungan yang dihadapi anak-sekarang tak hanya di lingkup
keluarga, sekolah maupun pertemanan. Satu hal yang akan selalu menjadi
perhatian saya saat ini adalah pergaulan di dunia maya.
Jujur,
saya masih trauma. Saya takut jika yang pernah Kakak lakukan akan terulang. Tak
mudah bagi saya untuk memberikan kepercayaan penuh pada si Kakak. Apa yang ia
lihat dan baca pasti terpahat di memorinya.
Mampukah
saya membantu Kakak melumpuhkan ingatannya tentang hal-hal yang merusak akhlak?
Mampukah Kakak mengendalikan diri untuk tidak melihat atau membaca lagi secara
ia pernah punya pengalaman yang wow menurutnya? Dan berbagai kecurigaan yang
selalu berputar di kepala sehingga saya sangat rajin membuka gadget si Kakak.
Yang
pasti, doa-doa untuknya selalu saya panjatkan. Semoga Allah menjaga hati dan
pikirannya. Untuk yang lain, saya makin mendekatkan Kakak ke Adek. Jika ada hal
yang sulit disampaikan pada saya, si Kakak bisa bicara pada Adeknya. Meski
kadang Adek kurang memahami. Tapi itu cukup membuat Kakak merasa punya banyak
tempat yang akan memberikan perhatian.
Tak
ada sekolah untuk menjadi orang tua. Namun banyak ilmu yang bisa kita gali
untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Setiap manusia selalu berproses. Dan
proses itu merupakan pilihan bagi kita. Menjadikan kita lebih mawas diri. Dan
berusaha menerima segala ketidaksempurnaan yang dimiliki oleh anak-anak. Karena
mereka juga manusia seperti kita yang ingin dipahami dan diinginkan.
Tidak ada komentar:
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih