Diambil dari profile picture Aqiella Rifka SM |
Saya
melihat bonding antara Kakak dan Adek lebih kuat dari yang saya bayangkan
ketika Kakak Study Tour. Kelihatan sekali kalau dia terpengaruh oleh ketiadaan Kakak
di rumah. Maklum saja, sejak kecil Kakak dan Adek memang jarang sekali terpisah
dalam jangka waktu yang lama. Pulang sekolah pun, jika salah satu tak tampak
sepasang sepatunya yang lainnya akan segera menanyakan.
“Kakak
kok belum pulang? Ekstra po?” atau “Adek kok nggak pulang-pulang? Main bola po?”
Kakak
dan Adek tidur terpisah sejak Kakak mendapatkan haidnya. Namun mereka tetap
selalu bersama jika berada di rumah. Entah bermain games atau sekedar menonton
tayangan film di youtube yang sudah saya
pilihkan. Adek lebih sering datang ke kamar Kakak. Untuk belajar , sekadar
bercanda atau menggoda. Jarak usia yang terpaut hanya dua tahun membuat saya
merasa mengasuh dua remaja dalam satu waktu.
Mereka
sering curhat-curhatan. Dengan embel-embel pesan,”Jangan bilang Bunda ya? Malu.”
Namun
pesan itu sebenarnya tidak berlaku, karena keduanya pasti cerita ke saya. Siapa
yang Kakak sukai, siapa yang suka ke Kakak, berapa banyak teman perempuan yang
suka ke Adek, atau berapa kali si Adek dapet surat mereka lebih tahu duluan.
Hari
Ahad sore, Kakak berangkat study tour. Adek sudah lebih pendiam dari biasanya. Adek
minta ikut mengantar Kakak ke sekolah. Melihat Kakak bertemu teman-temannya
kemudian selfi, Adek hanya cukup memandang lewat gerbang sekolah. Saya tahu, ia
mulai kehilangan. Dan malamnya Adek tidur jauh lebih awal.
Senin
pagi, saat berangkat sekolah saya tanya ke Adek.
“Adek
kangen sama Kakak?”
“Agak
kangen. Eh ... Biasa aja ding.”
Saya
tahu, mungkin saja ia menyembunyikan perasaannya. Terbukti setelah pulang
sekolah sampai menjelang tidur ia mati gaya.
Seperti orang bingung, mau ngerjain apapun serba salah.
Selasa
pagi, setelah mengantar Adek berangkat sekolah, saya menge-charge baterai
ponsel satu persatu. Saat mengambil ponsel lama saya yang sudah saya hibahkan
ke Adek, saya pun tertawa. Biasanya ia akan memasang fotonya atau foto
pemandangan sebagai wallpapernya. Entah kapan, saya sendiri nggak merhatiin,
ternyata Adek telah menggantinya dengan foto si Kakak. Bukan kebiasaannya. Namun saya
memahami, perasaan paling dalamnya ia merindukan si Kakak.
Selasa
sore, saya tak terlalu memperhatikan Adek yang keluar masuk kamar si Kakak.
Saya pikir ia mengambil barangnya yang tertinggal di kamar Kakak. Setelah
saya pulang takziah dari Jogja saya barulah saya mengamati. Ternyata Adek belajar di
kamar Kakak. Ia melakukan hal-hal yang biasa dilakukan bersama Kakak. Saya kira
setelahnya ia akan berpindah ke kamarnya sendiri jika sudah ngantuk seperti
biasanya.
Ternyata
tidak.
Saat saya terbangun dini hari, saya menemukan kamar Adek kosong. Ketika
saya tengok ke kamar Kakak, Adek tertidur pulas di sana.
Pagi ini ketika Kakak pulang, Adek menyambut dengan suka cita. Saat
hendak sarapan, ia mempersilakan si Kakak mengambil makanannya lebih dahulu dan
menyuguhkan jus jambu untuk si Kakak. Ia pun mengambil duduk di sebelah Kakak,
mendengarkan si Kakak bercerita mendominasi pagi kami hari ini. Wajah Adek
terlihat lega. Saat berangkat ke sekolah ia pun banyak tersenyum dan mencium punggung
tangan tanpa mengganggu atau menggoda si Kakak.
Memang
ada kalanya mereka bertengkar sampai salah satu menangis. Kadang mereka berebut
perhatian saya. Saling mengadu jika salah satu melakukan kesalahan. Bagi saya
itu sibling rivalry. Mereka mencoba
mengambil hati saya. Namun saya berusaha mengatakan untuk menyelesaikan
persoalan mereka sendiri tanpa melibatkan saya selama yang mereka ceritakan
adalah hal yang remeh temeh. Tapi tetap saja, perselisihan mereka takkan
berlangsung lama. Dalam hitungan menit mereka akan bersama lagi. Kembali
tertawa seperti biasanya.
Kakak
dan Adek adalah saudara sedarah. Mereka terikat oleh nasab yang sama. Namun
jika kebersamaan mereka tak dipupuk sedari awal, ikatan persaudaraan akan
melonggar. Bahkan tak mungkin kata saudara hanya sekedar predikat semata.
Saya
lebih sering membeli satu barang untuk dipakai bergantian oleh mereka. Jarang sekali
saya membelikan barang yang sama masing-masing satu orang. Kecuali untuk
kebutuhan primer sekolahnya. Mereka akan memakai bergantian. Supaya mereka
mengerti berempati dan bersimpati kepada orang lain. Juga memahami arti
berbagi.
Selamat
Hari Rabu ya, keep spirit to write, keep on pray
So sweet bacanya, Mba. Semoga keduanya rukun2 sampai besar, ya. Jd teringat duo E.T di rumah, jarak usianya berjauhan, tp suka kangen2an juga.
BalasHapusAamiin. Makasih mbak Nia sudah menjejak. Yang dirumah pastinya juga akur kan?
Hapusbaguss :)
BalasHapusMaturnuwun mb, tulisanmu juga keren
HapusAihh Adek bikin terharu. Bagaimana komen si Kakak tuh dengan kekangenan Adek?
BalasHapusKakak ketok jumawa dikangeni adek hahahah
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKalau jaman saya kecil, baju sekolah itu model diwariskan ke adiknya. Motifnya versi ortu saya kala itu biar hemat. Krn anaknya banyak dan usianya gak beda jauh.
BalasHapusKakak ga bisa kasih warisan seragam makrie, lha beda kelamin je heheheh
HapusBahagia yaaaa kalau kakak adek kompak. Katanya meski kecilnya berantem muluk, gedenya bisa kompak. Awet kompak yaaa kakak dan adek ����
BalasHapusAamiin. Makasih Te Aya sudah menjejak
Hapuspunya anak 2 itu memang seru ya mbak...bertengkar sebentar baikan lagi
BalasHapusIyaaaa... Dua aja ramenya pol, apalagi yang sampai tiga lebih yaaa. Makasih mb, sudah menjejak
HapusWaaah keren ya. Anakku kalau ngumpul suka nggak kompak tapi kalau salah satu nggak ada pasti nyariin heheee...
BalasHapusNamanya sedarah ya maklus, kalo nggak ada dikangenin
Hapusaaaaakk ini co cweett banget mbaaa
BalasHapuskompak-kompak selaluuu kakak-adekkkk