source : www.pixabay.com |
Assalamualaikum,
Ketika tema
masa kecil disuguhkan oleh Mbak Nia Nurdiansyah dan Mbak Anjar Sundari untuk
diceritakan dalam arisan kali ini, saya harus memutar memori lumayan keras
karena bagi saya, masa kanak-kanak saya tak begitu membahagiakan. Banyak hal
yang kemudian saya lupakan karena dalam alam bawah sadar saya tak menginginkan
hal-hal buruk kembali dalam ingatan.
Mungkin
saja, hal ini salah satu pertahanan saya untuk bisa survive di masa itu. Bagi
sebagian orang, hal itu mungkin bukan satu hal yang besar. Urusan anak-anak. Namun
ketika anak-anak mengalami dan terluka, tak pernah disadari oleh orang dewasa
sekalipun bahwa hal buruk yang dirasakan ternyata mengendap.
Saat saya
bercerita pada suami, saya disarankan untuk menuliskan yang saya rasakan untuk katarsis
supaya perasaan negatif dalam hati tersalurkan. Waktu itu saya tak mau. Saya
tak ingin ingatan tentang hal buruk hadir dan membuat luka lama terkuak. Namun
sejujurnya saya ingin menuliskan hal itu untuk healing saya dari rasa sakit.
Mungkin, ini adalah saatnya.
Saya
merasakan apa yang saat ini dinamakan bullying di masa kanak-kanak saya. Tak cuma
satu orang, namun beberapa orang. Saya sudah biasa dikucilkan teman perempuan, tanpa
saya tahu apa sebabnya. Ingin ikut bermain bersama teman, tak diperbolehkan.
Bahkan saya ajak ngomong pun mereka menulikan telinga, tetap bermain sambil
cekikikan, saling berbisik di telinga. Mata mereka melirik ke arah saya dengan
tatapan yang saat itu saya sendiri tak tahu bagaimana mendefinisikan.
Satu titik
dimana saya kemudian mencoba bertahan tanpa menangis ketika salah satu teman
laki-laki memberikan hadiah pada saya. Ketika saya sejenak pergi dari bangku,
barang itu sudah raib. Barang itu sudah menjadi milik teman-teman perempuan sampai
tak bersisa. Saya tak bisa berkata-kata. Namun hati saya saat itu berbisik. Ini
terakhir kali saya terluka.
Saya jadi
membenci kaum saya sendiri. Saya ralat. Saya benci teman perempuan. Saya pun lantas lebih banyak bermain dengan
teman laki-laki. Sampai belajar kelompok pun, saya memilih dengan teman
laki-laki. Menurut saya, teman laki-laki lebih asyik. Lebih menyenangkan. Tak
ada yang mengucilkan. Mereka tak mengistimewakan saya karena saya perempuan.
Semua sama. Hal itu ternyata menyamankan saya.
Semuanya
melekat di benak saya. Sampai saya dewasa pun teman perempuan hanya bisa di
hitung dengan jari tangan. Saya takut untuk memulai berteman dengan perempuan. Untuk
bersahabat dengan teman perempuan saya sangat memilih. Saya kesulitan dekat
dengan teman perempuan. Jangankan untuk curhat, main bareng pun saya sangat
jarang. Pasti saya melibatkan teman laki-laki jika ada urusan dengan teman
perempuan.
Sesungguhnya,
dalam hati kecil, saya ingin bisa berteman dengan mudah dengan kaum saya. Namun
dalam diri saya seperti ada barikade tersendiri ketika ada perempuan yang punya
niat baik berteman dengan saya. Saya ragu,
apakah saya bisa diterima. Apakah saya bisa menjadi teman yang baik untuk
mereka? Apakah mereka tulus tanpa ada tendensi apapun?
Mau tahu
bagaimana saya membuka diri? Sejujurnya, saya harus berterima kasih pada teman-teman
IIDN Semarang. Merekalah yang membuat saya percaya bahwa masih banyak perempuan
yang hadir dengan ketulusan tanpa memandang siapa diri saya. Saya masih ingat pertama
kali kopdar di rumah Dik Aan, saya merasa minder sangat. Penulis-penulis keren
ngumpul di sana. Mba Dedew yang masih hamil besar dengan ramah menegur saya,
Mbak Dian Kristiani yang ceplas ceplos. Langsung ketawa lepas sama Mb Archa. Mbak
Dian Nafi yang humble, Mba Wati yang murah senyum. Ah ... Segala perasaan
negatif yang saya takutkan perlahan memuai.
Pas balik
saya bareng Wuri yang kalemnya kelewatan. Saat itu sama-sama newbie di IIDN
Semarang, jadi merasa senasib sepenanggungan hahaha ...
Memaafkan
memang menjadi hal terpenting saat kita merasakan luka. Keikhlasan untuk
melepaskan supaya kekecewaan dan kemarahan tak lagi menjadi duri dalam hati
menjadi sesuatu paling berat. Namun bukan berarti itu tak bisa dilakukan. Dan
memang, semuanya terasa lebih ringan saat kita berdamai dengan rasa sakit. Kita yang berusaha, dan biarkan tangan Tuhan yang bekerja.
Tuhan Maha
Pembolak balik hati manusia.
wah, sama kek saya mba. pernah "ketaton" sama temen cewek. akhirnya bertemannya sama anak cowok. ketambahan dl sy ngeband yg notabene anggotanya cowo semuaa. hihihii. tp emg dlm byk hal, berteman dg cowo lebih nyaman y mba. mereka bnr2 fair... *tanpa bermaksud mentudutkan kaum kita sendiri sih*. Tp skg stlh menikah teman sy cewek smw :)
BalasHapusIya mb, sudah memasuki usia cantik, rasanya aneh juga kalau saya masih terlalu dekat dengan lawan jenis. Sekarang sih membatasi aja, ngasih contoh ke anak-anak juga untuk menjaga pergaulan
HapusAlhamdulillah ya mbak Irfa, akhirnya bisa memaafkan masa lalu dan akhirnya bisa membuktikan bahwa masih banyak teman wanita yang baik :)
BalasHapusKalau saya sejak kecil memang diremehkan orang2 sekitar krn kondisi perekonomian keluarga. Untung ada bulik saya yang selalu menjadi tameng dan selalu membela kami. Bulik saya lumayan disegani krn ramah dan perekonomiannya termasuk baik waktu itu. Jadi kami merasa 'aman' berada dlm perlindungan beliau :)
Memaafkan itu meringankan hati mb :)
HapusBerdamai dengan diri sendiri, memaafkan masa lalu, self healing biar kita makin bahagia mbak irfa 😊
BalasHapusAku sendiri dulu pas SD juga banyak kumpulnya sama teman cowok, Mbak. Karena menurutku, dulu, teman cewek itu pada ribet. Dikit2 iri, terus marahan, geng2an. Aku nggak suka. Sampai sekarang ya terbawa. Teman laki2 itu lebih nasional. Nggak pilih2.
BalasHapusSetuju mba, kadang temen perempuan malah nenyakiti kita. I fell youuu, tapi sekarang nyaman berteman dengan sesama perempuan kan mba, aku baik kok, hihiii... *Kecap nomer satuuu
BalasHapusBilang "memaafkan masa lalu, self healing" itu tak semudah prosesnya ya mbak. Aku sampai hari ini masih terus belajar biar bisa benar2 menjadikan masa lalu bagian hidup yang aku terima :)
BalasHapusEh...sama mb. Enakan sama cowok ya.. Nggak ribet, nggak nyinyir...
BalasHapusalhamdulillah ya mbak bisa kumpul bareng...
BalasHapusSaya juga ada pngalaman ndak enak jaman SD ada temen cewek juga yang tiba2 menyebar fitnah padahal tetangga sendiri lho.. ternyata dianya iri sama saya yg anak baru tapi langsung gampang akrab dan ramah...
BalasHapusSamaan kita mba, dari kecil mpe remaja aku jaraaangg banget berteman dengan teman perempuan. Mereka hobi ngegibah soalnya. Laahh... sekarang kok ganti aq yg hobi bergibah ya, duh haduuuhhh...
BalasHapus