Cerita kecil tentang Abrar
Seorang
anak laki-laki masuk ke dalam sebuah kelas. Tubuhnya lebih besar dibanding
teman-teman sebayanya. Abrar namanya. Kata teman-temannya ia anak yang nakal.
Ia sering membuat temannya laki-laki maupun perempuan menangis. Sering
berkelahi atau menyerang temannya. Membuat ia banyak dijauhi oleh temannya.
“Nggak usah dekat
Abrar, nanti barangmu hilang.”
“Ngga usah main sama
Abrar, nanti kamu habis ditonjokin.”
“Harusnya Abrar itu
dikeluarkan dari sekolahan. Biar tahu rasa.”
Tak sedikit kata-kata
yang tak nyaman di telinga terdengar dari wali murid yang ditujukan untuk
Abrar. Label yang melekat pada diri Abrar membuat Abrar pun makin menampakkan
perilaku negatif. Membuat orang tuanya pun kebingungan harus berbuat apa lagi.
Abrar tak pernah menjawab mengapa sebuah kejadian selalu melibatkannya.
Itu dahulu. Sejak
setahun yang lalu, Abrar bermetamorfosa menjadi anak yang ceria. Berangkat
sekolah pun selalu paling awal di kelasnya. Ia yang bertanggung jawab terhadap
kelasnya. Dan ia pun menjadi anak yang percaya diri.
Lingkungan yang
memberikan label anak nakal pun takjub dengan perubahan Abrar. Berbagai
pertanyaan tentang segala hal yang membuat Abrar menjadi anak manis pun mampir
ke telinga orang tuanya.
Jawabannya adalah
tindakan nyata dari sebuah pendidikan yang menyentuh jiwa Abrar. Wali kelasnya,
Bu Andri memberikan amanah sebagai ketua kelas.
Ia belajar bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban kelasnya. Ia
diberikan sebuah kepercayaan yang membuat Abrar merasa berdaya. Hal itu yang
tak ia dapatkan sebelumnya.
Tentang Billy : memori yang lantas
memudar
Billy
namanya. Senyum selalu tersungging di bibir
saat bertemu siapapun yang ia kenal. Tangan selalu mengulur ketika
bertemu orang tua yang telah beberapa kali ia temui. Ia terlihat ceria seperti
kebanyakan anak-anak. Tak ada bedanya.
Siapa sangka, ketika
amarahnya terpantik, tak ada lagi kemanisan dalam dirinya. Matanya memerah dan
tangannya mengepal. Rahangnya menegang,
lantas menggeram seperti harimau. Atau jika tak terdengar geraman, teriakan
yang disertai dengan tetesan air mata akan tampak di wajahnya. Lantas ia akan
menyerang teman yang membuat amarahnya muncul. Meski hanya dipicu masalah
sepele.
Setiap kali amarahnya
mereda, ia menangis memperlihatkan segala penyesalannya. Ia merasa tak berdaya
untuk mengendalikan amarahnya. Apalagi jika ia berada di sekolah.
Saat balita ia pernah
melihat seseorang melakukan kekerasan. Kekerasan yang tentu saja dibarengi oleh
amarah tercetak jelas dalam ingatan. Ekspresi kemarahan dan kekerasan yang
membuatnya takut mengendap dalam otaknya. Apalagi jika hal itu berulang.
Setiap kekerasan selalu
memberikan luka hati bagi siapapun. Meski tak mengalami. Walaupun hanya
melihat. Apalagi jika anak-anak yang menyaksikan. Kita tak pernah tahu seberapa
dalam luka hati anak saat melihat lantas dalam alam bawah sadarnya tersimpan
menjadi sebuah memori. Memori yang kadang terpanggil saat mendapatkan pemantik.
Memori yang sering kali muncul tanpa kendali dan menjadikan si pemilik memori
menjadi agresif.
Orang tuanya menyadari
kondisi Billy yang cukup mengganggu. Mereka pun berkomunikasi dengan Pak Agus,
wali kelas Billy. Komunikasi yang memunculkan jalinan kerjasama antara orang
tua dan pihak sekolah. Harapan tersemai untuk mengatasi masalah yang ada.
Perubahan memang tak
muncul secara instan. Perlu waktu dan ketelatenan. Hal itulah yang dilakukan
untuk sebuah perbaikan. Syukur pun terucap ketika pelan-pelan Billy menunjukkan
perubahan. Bagaimana ia mencoba menahan amarah meski kadang masih gagal. Namun
orang tuanya menghargai apa yang Billy lakukan. Serta memberikan apresiasi yang
tinggi pada usaha Pak Agus memberikan semangat pada Billy.
Dua kata penggugah
semangat yang sampai sekarang Billy ingat meski sudah tiga tahun berlalu Pak
Agus tak lagi menjadi wali kelasnya. Kesabaran dan pantang menyerah. Kesabaran
ditunjukkan oleh Pak Agus saat mengajar kelas yang penuh dengan anak-anak
bermasalah. Pantang menyerah dipahatkan di hati Billy saat gagal menahan
amarah. Pak Agus menyemangati untuk terus berusaha.
Sampai saat ini, jika
Billy ditanya siapa guru favoritnya, dengan cepat ia akan menyebut nama wali
kelasnya tiga tahun yang lalu.
Pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Gunungpring Muntilan
Dua
cerita di atas hanya sebagian dari kisah penggugah hati dari pengajar SD
Muhammadiyah Gunungpring, sebuah SD swasta yang berada di sebuah kota kecil yang
berada di antara Kota Magelang dan Yogyakarta, Muntilan. Sebuah SD yang
mempunyai tagline takwa, cerdas, kreatif, ceria.
Mewujudkan generasi qurani
yang berprestasi merupakan tujuan dari pendidikan di SD Muhammadiyah
Gunungpring yang biasa disebut SD Mugu. Tak hanya sekedar visi ataupun tujuan.
Pastinya selalu diikhtiarkan. Hal itu bukanlah hal mudah bagi SD Mugu dan
segenap stake holder-nya. SD swasta
yang tahun depan merayakan miladnya yang ke -50 ini sudah membuktikan bahwa
ikhtiar itu masih terus berjalan.
Mengapa SD Mugu memilih
takwa, cerdas, kreatif dan ceria sebagai tagline
nya?
Menurut Pak Deni Dwika,
salah satu guru senior di SD tersebut, bukan tanpa alasan empat kata itu yang
mewakili harapan untuk generasi milenial SD Mugu ini. Empat kata itu pulalah
yang diinginkan menjadi karakter siswa siswi SD Mugu baik ketika masih
bersekolah di sana maupun ketika sudah menjadi alumni.
1. Takwa
mewakili dari harapan pendidik dan segenap civitas akademika SD Mugu terhadap
siswa yang bersekolah di sana untuk taat kepada Sang Pencipta dengan cara
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Taqwa bukan hanya
hal-hal yang bersifat wajib yang menyangkut ibadah, misalnya shalat, mengaji, puasa
ramadhan ataupun yang sifatnya sunnah contohnya shalat Dhuha. Namun takwa juga merupakan
gambaran dari pembiasaan sifat-sifat baik. Semua sifat-sifat baik tersebut
merupakan komponen dari pendidikan karakter yang saat ini dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah.
2.
Cerdas
merupakan karakter kedua yang menjadi salah satu dari empat kata tagline SD Mugu. Cerdas berbeda dari
pintar. Seseorang yang pintar akan mengetahui banyak hal. Mampu mencerna segala
sesuatu dengan sangat baik sehingga memiliki pengetahuan yang sangat luas.
Sementara cerdas adalah kemampuan seseorang bagaimana menggunakan
pengetahuannya dan diimplementasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Contoh di
SD Mugu sendiri,sering kali siswa SD Mugu menemukan uang yang terjatuh. Siswa
yang cerdas memahami bahwa itu bukan miliknya. Ia akan berinisiatif menyerahkan
uang tersebut ke kantor atau guru kelasnya.
3. Kreatif
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memiliki daya cipta, memiliki
kemampuan untuk menciptakan. Kata ini menjadi kata ketiga dari tagline SD Mugu.
Siswa siswi di SD Mugu diharapkan menjadi anak yang mampu memanfaatkan sesuatu
yang tidak dipikirkan orang namun dilakukan oleh civitas akademika SD Mugu. Di
SD Mugu tak hanya kemampuan akademik siswa siswinya saja yang digali. Namun
kemampuan di luar akademik seperti berkesenian, olah raga, dan kemampuan yang
termasuk dalam multiple intellegence akan dieksplorasi oleh
pendidik di SD Mugu.
4. Ceria
adalah sifat dasar anak-anak ketika mereka senang dan berbahagia. Ketika
anak-anak bahagia, saat itulah hormon serotonin bekerja sehingga mengatur
suasana hati dan mencegah depresi. Selain itu bahagia juga mmbuat hormon
dopamin bekerja sehingga memotivasi untuk berprestasi. Bagaimana bahagia dan
keceriaan itu selalu bersinggungan maka suasana menyenangkan di sekolah pun
diusahakan dimulai dari sekolah. Saat berangkat sekolah, guru kelas sudah
menyambut mereka di depan kelas dan memberikan salam. Saat pembelajaran pun
dilakukan dengan cara yang menyenangkan, tak hanya melulu di dalam kelas.
Ketika satu hari meski banyak aktivitas namun dilakukan dengan cara yang
menyenangkan, maka anak-anak pun akan menyambutnya dengan penuh semangat sampai
mereka pulang.
Obrolan suatu pagi di parkiran sekolah
Anak
saya juga bersekolah di SD Muhammadiyah Gunungpring. Ada yang membekas di
ingatan saya ketika tahun ajaran lalu anak saya masuk kelas lima. Bu Rosi, wali
kelas anak saya bertemu di parkiran motor dan kami pun ngobrol tentang
siswa-siswa di kelas.
“Bu, untuk sementara kemampuan akademik anak-anak akan saya kesampingkan. Saya akan berkonsentrasi pada pendidikan moral anak-anak. Klas lima itu transisi dari anak-anak menuju remaja. Ini masa-masa kritis yang harus dilewati. Saya tidak mau melewati masa ini dengan sia-sia. Saya akan mendampingi mereka sebagai teman.”
Saya setuju dengan
pendapat Bu Rosi. Kemampuan akademik bisa dikejar. Di usia pra remaja biasanya anak-anak lebih mendengarkan gurunya
dibanding orang tuanya. Kata-kata guru sudah seperti titah raja.
Benar saja. Anak saya
bercerita bagaimana Bu Rosi banyak ngobrol dengan siswa siswi di kelasnya.
Anak-anak pun tak segan berbicara tentang isi hati. Tak ada amarah ketika
mendengarkan para pra remaja itu bercerita. Lantas nasehat pun tanpa disadari
anak-anak masuk ke dalam memori mereka. Nasehat-nasehat pun disemogakan menetap
lama.
Benar, pendidikan
karakter bukanlah mutlak menjadi kewajiban dari sekolah saja. Peran orang tua
di rumah dan lingkungan anak itu berada setelah pulang sekolah sangat
menentukan karakter anak. Saat orang tua tidak perhatian terhadap kehidupan
beragama, maka anak pun biasanya akan berperilaku seperti orang tuanya.
Bijaksana sekali jika kita
para orang tua tak membebankan sepenuhnya kepada sekolah untuk menjadikan
anak-anak kita berkarakter baik meski sebagian waktu mereka dihabiskan di
sekolah. Pembentukan karakter itu bukan hanya melalui satu atau dua kali
kegiatan lantas menetap dalam diri anak-anak. Perlu kontinuitas untuk membentuk
dan menguatkan. Kerjasama dan komunikasi intensif yang dilakukan antara orang
tua dan pihak sekolah akan sangat membantu memberikan kekuatan moral bagi anak-anak
kita.
Setiap anak mempunyai
tombol sendiri tentang kesadaran hidup yang harus dicari. Kapan tombol itu
tertekan kita tak pernah tahu. Yang bisa diusahakan oleh SD Mugu adalah memberi
jalan pada anak untuk menemukan kesadaran si anak tentang masa depan yang akan ia jalani nanti.
Pendidikan karakter dikatakan berhasil atau tidak bisa dilihat dari lulusannya. Banyak dari mereka meski sudah memiliki kehidupan yang jauh dari masa kanak-kanaknya masih mengingat guru-guru di SD Mugu. Tak jarang ketika kegiatan-kegiatan di SD Mugu dilaksanakan, para alumni tak segan untuk datang dan membantu. Tak jarang bagi mereka yang jauh saling bertegur sapa lewat media sosial. Artinya ada sesuatu yang membuat mereka terikat. Ikatan yang kuat yang terjalin di antara alumni dan pihak sekolah merupakan satu kesuksesan yang tak bisa diukur melalui ujian tertulis.
Bu Andri, Pak Agus dan
Bu Rosi hanyalah bagian kecil dari pengajar-pengajar SD di seluruh Indonesia
yang berusaha menguatkan pendidikan karakter melalui tindakan nyata. Bukan
hanya sebatas kertas yang menuliskan dua kata itu besar-besar. Saya yakin,
mungkin di belahan pulau lain, banyak sekali pengajar yang tak mempunyai kurikulum
namun sukses mengajarkan segala kebaikan kepada murid-muridnya. Namun sering
kali kebaikan itu tak nampak karena tak terekspos di media apapun, tak
terkecuali media sosial.
Bener mbak irfa setuju dengan paragraf terakhir 😊
BalasHapusTerima kasih mb Vit 😊
HapusMasyaallah, senang sekali ya kalau ada sekolah yang tidak hanya bagus di slogan namun benar2 berusaha menerapkan utk anak2 didiknya. Baarakallahu buat para guru SD mugu :)
BalasHapusAamiin. Semoga jadi lebih baik lagi
HapusPendidikan karakter : pendidikan akhlak. Begitu njih mba irfa?
BalasHapusInsya Allah begitu mbak :)
HapusSalut dengan perjuangan guru2 mugu. Pendekatan ibu rosi kayak yg sering aku lakukan ke murid2ku juga mba. Menerima session curhat anak2 smp yg trkdg curhatannya menyayat hati dan jauh dr perkiraan. Semoga apa yg kita lakukan pd anak2 berbuah manis dan menghasilkan generasi penerus yg mulia dan berbudi luhur y mba irfa. Aamiin
BalasHapusWah ... Bakalan jadi guru favorit mb Rahma ini
HapusSetujuuu mba Irfaaaaaa
BalasHapusTerima kasih Mandaaaaaaaa
HapusWaaah...aku termasuk penyuka sekolah yang lebih memperhatikan pendidikan karakter mak, terimakasih sharingnya. Jadi pengen tau lebih banyak nih mengenai SD Mugu ini
BalasHapusYuk yuk... Deket rumah inih
HapusIya mbak pendidikan karakter memang penting bgt diajarkan sejak dini biar anak gak mudah terbawa arus jaman now
BalasHapusIyaaa ...supaya emak jaman now juga ga pusying mikirinnya 😂
HapusMasyaAllah, semoga lebih banyak lagi orang tua-orang tua seperti Pak Agus, Ibu Andri dan Ibu Rosi, mampu digugu oleh murid pun anak-anak mereka.
BalasHapusAamiin.
Aamiin. Makasih doanya bunsal
HapusSemoga dg semakin banyak terekspos hal2 baik spt ini makin membuat sadar pentingnya pendidikan karakter bagi anak, yg tdk hanya tgjwb guru namun juga ortu & lingk lainnya.. Semoga..
BalasHapusAamiin. Semoga blog bisa menjadi salah satu cara untuk mengekspos kebaikan yang tersembunyi
HapusHuaa anakku kayak Billy, hiks, doakan segera ketemu solusinya ya Mbak. Anyway SD yang kayak gitu di daerah utara adakah? Butuh buat tahun depan
BalasHapusSurvey MakDi, pasti ada sekolahan yang menyeimbangkan antara pendidikan karakter dan akademiknya
HapusWaah bagus ya...memang sejatinya sistem pendidikan yg baik ditopang dgn basis aqidah. Dan point penting; gak sekadar jargon! Setuju mbak...TFS
BalasHapusSiaaapppp
HapusSejauh ini memang visi misi karakter di sekolah kurang bagus, Mbak. Tapi, setelah ikut pelatihan kurikulum baru, karakter ini aku genjot banget.
BalasHapusSemangat mbak Ikaaaaa
Hapus