Assalamualaikum Temans,
Minggu ini Adek mendapatkan surat
berwarna pink dan bergambar hati dari teman perempuannya. Isi surat tersebut adalah
perasaan yang si gadis kecil kepada Adek. Ini sudah ketiga kalinya Adek
mendapatkan surat serupa.
Kalau sebelumnya Adek cool saja
nanggepinnya. Entah karena memang tak suka atau belum memahami tentang yang
namanya perasaan. Ya kali, waktu itu ia masih klas 4 SD, gejolak hati mungkin
tak seperti sekarang ketika ia sudah memahami perasaan suka pada lawan
jenisnya.
Kali ini ia bete abis. Awalnya
sih biasa aja ketika mendapatkan surat bergambar hati itu. Saya melihat effort
gadis kecil itu juga lumayan gede karena ia membuat craft dari kain flanel yang
dipakai sebagai amplopnya. Warnanya manis sekali, baby pink. Saat pulang membawa surat itu ia tersnyum kemudian
menyerahkan kepada saya.
“Dari siapa, Dik?”
Ia menyebutkan nama. Saya pun
tersenyum. Nama itu pernah saya dengar sebelumnya ketika ia bercerita tentang
teman-teman sekelasnya. Saya pun membuka surat itu, lantas tertawa juga. Dulu
saya mendapatkan surat yang seperti itu ketika saya sudah SMP. Di zaman saya remaja dulu yang biasa kirim surat ke lawan
jenis ya anak laki-laki. Waktu itu malunya setengah mati kalau sampai ketahuan
orang jika mendapatkan surat dari lawan jenis.
Sekarang Adek membaca perasaan
temannya di kelas 6 SD. Kalau sekarang terbalik. Anak perempuanlah yang
mengirim surat kepada anak laki-laki. Dari cerita Adek, banyak dari teman
perempuannya yang berani mengungkapkan perasaan kepada anak laki-laki yang
disukai.
“Adek suka?”
“Enggak. Cuma aku nggak tega
kalau nolak, Nda. Nanti dia malu.”
“Ada yang tahu dia kirim surat ke
Adek?”
“Teman-temannya yang tahu.”
“Adek bilang ke temen Adek yang
laki-laki?”
‘Enggak. Kasihan kalau dia jadi
malu ketahuan kirim surat ke aku.”
Satu hal yang saya garisbawahi
adalah Adek mempunyai empati. Ia tak ingin ada yang dipermalukan. Bahkan untuk
mengatakan tidak pun ia merasa tak tega.
“Nggak usah dibalas nggak papa
Dek. Tapi bilang sama anaknya kalau Adek mau berteman saja. Mau fokus sama
pelajaran, nggak mikirin yang lain.”
“Aku tuh nggak bisa ngajak bicara
anak perempuan, Nda. Aku ngomong kalau seperlunya aja. Kalau ditanya ya baru
kujawab.”
“Berarti Adek mau balas suratnya?”
“Nggak tahu juga, pikir nanti
aja.”
Dua hari setelah mendapatkan
surat pertamanya, Adek pulang ke rumah
membaw surat lagi dari anak yang sama. Isi surat itu meminta jawaban. Ekspresi
datar Adek menandakan ia tak tertarik untuk menanggapi.
“Mau dibalas?”
Ia mengedikkan bahu.
“Aku udah bilang sama temennya,
suratnya nggak akan aku balas. Malah minta balasan. Anak perempuan itu kok
ribet ya, Nda?”
Saya tertawa.
“Ah ... enggak juga. Kakak nggak
kayak gitu juga kan?”
“Temen-temenku perempuan tuh kok
banyak yang nyuratin anak laki-laki. Apa nggak mau po yo kalau ditolak.”
“Adek pernah nyuratin?”
“Enggak lah. Takut ketahuan Bu
guru. Takut kalau Bunda sampai dipanggil ke sekolah.”
“Takut ditolak juga?” goda saya.
Ia tertawa.
“Kan Bunda pernah bilang kalau
suka boleh tapi pacaran enggak. Kata Bunda kalau diterima nanti jadian. Jadian
berarti kan pacaran.”
Diam-diam saya bersyukur. Nilai yang
saya tanamkan ternyata masih diingat. Buat saya itu penting sekali anak-anak memegang
nilai yang kita yakini. Untuk bekalnya menghadapi dunia saat menginjak dewasa
nanti.
Baca juga : Jika Pra Remaja Mulai Jatuh Cinta
Nggak saya sangka, sehari
kemudian, surat ketiga datang lagi. Kalau yang ini muka Adek kelihatan bete.
“Bunda aja yang baca. Aku besok
pagi aja bacanya,” kata Adek sambil membantingkan tubuhnya ke tempat tidur.
Pengen ngelus dada sebenarnya
ketika membaca surat yang ketiga. Yang ini sudah mirip debt collector minta
balasan surat. Belum lagi Adek di DM oleh teman si gadis kecil ini mendesaknya
untuk menerima hati.
“Malesin ya, Nda? Mosok kayak
gitu. Kayak kena teror. Bunda dulu gitu juga nggak, nyuratin anak laki-laki
yang Bunda suka?”
Tawa saya meledak.
“Nggak lah. Kalau Bunda, pantang
perasaan Bunda diketahui duluan oleh anak laki-laki yang disuka.”
“Beda ya sama sekarang? Kids zaman
now kebanyakan micin.”
“Lalu mau gimana, Dek?”
“Aku bales aja ya?”
“Emang Adek mau bilang apa?”
“Aku cuma mau bilang, we are just friend. I don’t like you.”
Saya ketawa lagi.
“Kalau Bunda yang jadi dia sakit
banget lho dikasih balasan kayak gitu.”
“Kan memang aku nggak suka.”
“Tapi bukan berarti kata-katanya
nyakitin Dek. Adek bisalah bicara yang lebih halus lagi.”
Semalam saya menemukan sebuah
tulisan di kertas kecil. Sepertinya itu calon balasan untuk gadis kecil yang
suka padanya.
Seseorang menyukai lawan jenisnya merupakan hal yang wajar. Tapi untuk sementara ini aku ingin lebih fokus pada pelajaran yang tidak kumengerti. Aku ingin lebih meningkatkan kemampuanku. Aku tidak ingin nilaiku turun seperti waktu kelas 4. Aku meminta maaf dan mengucapkan terima kasih.
Duh ... manisnya. Kalau saya yang
dapat surat begitu meski ditolak saya tetep klepek-klepek loh :D
Temans, zaman sekarang kebebasan
berbicara memang terbuka bagi siapa saja. Tak terkecuali kaum perempuan. Namun
tetap saja untuk hal-hal yang menyangkut perasaan saya kok lebih sreg jika
perempuan untuk lebih menahan diri. Saya juga punya anak perempuan. Selalu saya
katakan padanya bahwa perasaan indah kita sebagai perempuan pada seorang jangan
sampai diketahui banyak orang. Cukup kita, keluarga dan Allah yang tahu. Supaya
kita terjaga sampai saatnya nanti.
Dan nasehat itu sampai hari ini
masih sering saya sampaikan.
Selamat hari Jumat ya, Keep on spirit!
Waah tapi si adek mau ya nunjukin ke bundanya. Baguslah terbuka mudah2an anak2ku bisa terbuka juga sama ortunya. Aku dulu SMP dapat surat cinta tapi gamaulah bilang2 k ortu maluuu. Apalagi dapetnya dr temen sekomplek perumahan.
BalasHapusIya, masih belum rahasia rahasiaan sama ibunya. Msh bisa terkontrol lah :)
HapusIh lucu juga ya si adek. Sakit dek, dibilang gitu ke cewek, hihi...
BalasHapusDia bilang, kan aku emang nggak suka beneran hihihi
Hapussweet banget si adek, sangat tegas dan gentle. Saya juga punya bayi laki-laki mba, ah kebayang nanti dia menginjak pre - remaja apa ada kejadian begini juga yaa? semoga nanti kami jadi teman berbagi cerita juga :)
BalasHapusSalut sama si ade moga2 anakku kuga nanti terbuka gini ya. Ngeri euy anak jaman now ciyus aku deg2an menghadapi masa abege nya Nadia mbak
BalasHapusSalut sama si adek, salut sama ibunya. Beberapa waktu lalu, seorang teman memiliki kisah hampir sama. Si cewek protes tentang sikap si cowok lewat surat, ditujukan ke ortu si cowok. Duh...
BalasHapusJadi inget aku jaman smp atau sma kalau ada yang nyuratin kukasih mamahku atau kubuang atau kubakar, kalau yang ngasih barang kukasihkan temanku juga 😀
BalasHapusIh keren banget si Adek balesnya. Trus yang aku salut, dia cerita ke Bundanya. Semoga sampai besar dia tetap terbuka dengan orangtuanya.
BalasHapus