Banyak hal yang pantas saya syukuri melewati tahun 2017 dalam frame kehidupan saya. Tak selamanya berisi tawa ceria tanpa beban. Tetap ada masa-masa saya dan keluarga meneteskan air mata. Hanya saja dengan tetesan air mata yang mengalir itu menjadikan saya dan keluarga lebih banyak bersyukur. Dalam syukur itulah bahagia kita ciptakan.
Di antara hal-hal yang saya syukuri tentu saja ada yang berkesan di hati saya. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan dan mendampingi anak-anak. Tahun 2017 saya memang tak banyak menulis naskah untuk buku. Hanya ada satu buku solo dan buku motivasi Islami digarap secara tim yang terbit. Alhamdulillah bisa bertahan setahun di jaringan toko buku terbesar di Indonesia. Buat saya amazing banget. Tahu sendiri kan, bagaimana perputaran buku di sana?
Tahun 2017 ini dalam dunia tulis menulis beberapa hal baru saya lakukan. Namun fokus saya memang untuk ngeblog setelah punya blog TLD nganggur hampir 1,5 tahun. Alhamdulillah, setelah sekian lama nganggur akhirnya blog ini sudah memberikan gaji bulanan ke saya via placement post maupun sponsored post. Tak ketinggalan media sosial pun mulai memberikan kontribusi pendapatan. Belum banyak sih, namun buat saya Alhamdulillah banget meski pada akhirnya saya keteteran untuk menulis buku. Namanya fokus pada satu hal, tentunya yang lain akan minggir dengan sendirinya. Lantas secara berkala pun diundang untuk mengajar di kelas menulis baik untuk anak-anak ataupun beberapa komunitas. Writer coach pun mulai saya sematkan di bio media sosial saya. Saya mulai lebih sering diundang untuk mengisi kelas menulis dibanding tahun 2016. Bahkan bersama Gen W Academy saya dan teman-teman pengajar diundang untuk mengisi kelas di luar kota. Sempat juga menjadi narasumber sebagai pegiat media sosial (giat banget mainan medsos :D) mengenalkan pekerjaan blogger dan buzzer, sebuah pekerjaan yang menurut audiens benar-benar baru dan nggak terbayang bagi mereka.
Dari sekian banyak hal baik yang hadir dalam hidup saya, yang paling berkesan di tahun 2017 adalah momen mendampingi anak-anak. Punya dua anak remaja di rumah itu butuh ekstra kekuatan dan pengertian. Menghadapi mereka yang swing mood nya kenceng banget, sensinya, galaunya, kadang bikin capek. Yang satu pengen cerita, yang lainnya merasa tak diperhatikan. Begitu juga sebaliknya.
Adek lebih banyak saya dampingi. Kakak saya anggap sudah bisa mengontrol diri dan perasaannya. Ia juga sudah mulai mengenal kewajiban dan haknya sehingga ia akan datang pada saya ketika membutuhkan. Meski nguyel-uyelnya tetap setiap hari juga sih.
Adek lagi banyak galaunya. Mulai naksir teman perempuan hingga susah move on. Dari disuratin sampai dikirimin DM oleh teman-teman perempuan. Sebel nggak bisa jawab surat sampai sebel digodain adik kelasnya. Disitulah saya baru menyadari mengapa usia 10-14 tahun anak laki-laki harus dekat dengan ibunya. Perasaan empati dan simpati memang perlu dikembangkan di usia itu.
Kesan Teristimewa di tahun 2017
Di akhir tahun 2015 si Kakak memberikan hadiah termanis buat saya. Ia lolos menjadi finalis ARKI 2015. Menjadi peserta termuda dan menimba ilmu di event berskala nasional tersebut.
Gantian di akhir 2017 Adek lah yang memberikan hadiah yang indah dengan menjuarai Kejuaraan Pencak Silat se kabupaten Magelang untuk kelas F sebagai juara pertama.
Ia mengikuti ekstra Tapak Suci sebagai ekstra wajib. Biasanya untuk hal-hal wajib begini Adek tak begitu serius. Setiap Sabtu ia ngintilin teman-teman ngajinya yang berlatih Tapak Suci di Darul Arqom, pusatnya Pengurus Cabang Muhammadiyah Muntilan. Tak pernah ia menunjukkan ketertarikannya pada kegiatan tapak suci tersebut. Sekali saya lihat ia dan Kakak ngobrol tentang jurus-jurus tapak suci yang dipelajari Kakak. Di sekolah Kakak dan Adek tapak suci menjadi ekstra kurikuler wajib seperti pramuka. Mereka ngobrolin itu karena Kakak baru saja sabung di sekolah.
Tiba-tiba saja ia bercerita bahwa ia mengikuti seleksi di sekolah untuk kejuaraan pencak silat tersebut. Ia pun terpilih bersama teman yang lain untuk mewakili sekolah. Sempat ia bercerita tentang kekhawatirannya jika ia tak membawa penghargaan apapun untuk sekolah. Ia tak ingin kejadian sebelumnya ketika mengikuti lomba Mapel Teknologi Informasi terulang.
“Kalau aku nggak menang nggak papa ya, Nda?” katanya saat kami berjalan beriringan menuju tempat berlangsungnya kejuaraan pencak silat tersebut.
“Nggak perlu mikir kejauhan. Yang penting Adek berusaha.”
Adek tersenyum lega.
Di babak penyisihan saya menangis melihat ia bertanding. Tak rela melihatnya menendang dan memukul. Saya tak tega melihatnya dipukul ataupun ditendang. Si Kakak yang ikut mensupport Adek pun menatap saya sebel.
Di babak penyisihan saya menangis melihat ia bertanding. Tak rela melihatnya menendang dan memukul. Saya tak tega melihatnya dipukul ataupun ditendang. Si Kakak yang ikut mensupport Adek pun menatap saya sebel.
“Bunda ah, lebay. Masa nangis gitu ih. Ini sabung, Nda. Yang namanya sabung itu ya dipukul, mukul, ditendang, nendang. Aku juga pernah sabung begitu.”
Ah ... Si Kakak belum pernah jadi orang tua. Saya jadi kesel denger komen si Kakak. Alhamdulillah, Adek lanjut ke babak selanjutnya. Pertandingan-pertandingan berikutnya ia menang telak. Melihat beberapa kali bertanding membuat saya mencatat beberapa hal yang membuat Adek memenangkan pertandingan.
Yang pertama ketenangan. Adek kelihatan tenang banget. Ia tak terpancing ketika tendangan atau pukulan lawan mengenainya. Emosinya tetap terjaga. Stabil. Untuk ukuran usianya buat saya ketenangannya juara.
Yang kedua, mempunyai strategi. Setiap kali akan bertanding, ia mengamati siapapun yang bertanding. Mendengarkan semua yang dikatakan pelatih. Ia tak sembarangan memukul atau menendang. Selalu penuh perhitungan.
Yang ketiga, doa. Sebelum berlaga ia salim dan mencium tangan saya. Saya mengartikannya ia meminta doa saya. Seorang ibu takkan pernah terputus memanjatkan doa untuk putra putrinya. Itu pun yang saya lakukan sepanjang ia bertanding. Di luar itu, ia membaca tasbih dalam hati ketika hendak melangkah menuju gelanggang.
Hal itu ia lakukan sampai ia berlaga di final. Sorak penonton tak mengganggu fokusnya. Support dari teman-temannya menguatkannya. Sampai kemudian saat ia dinyatakan sebagai juara. Ia mencium tangan lawannya yang lebih tua. Setelah hormat kepada Juri dan wasit, ia pun melakukan sujud syukur. Memang tak lebih dari 10 detik. Namun apa yang ia lakukan membuat hati saya tersentuh. Satu hal yang tak saya sangka. Ungkapan rasa syukur atas pencapaiannya saat itu tak lepas dari ajaran agama.
Ia masih tenang. Masih bisa tersenyum saat menerima piala. Ketika semuanya selesai dan berjalan ke arah saya. Ia tak lagi bisa membendung air mata. Ia memeluk saya, perempuan yang melahirkannya. Di bahu saya ia tersedu. Pelukan yang mengetat membuat saya memahami perasaannya.
“Aku nggak nyangka bisa menang, Nda. Lomba kemarin hanya aku yang nggak bawa piala buat sekolah. Sekarang aku bawa piala juara satu. Rasanya campur aduk. Nggak bisa diungkapin,” kata Adek saat kami perjalanan pulang.
Sebagai orang tua saya pasti bangga melihat buah hati berprestasi. Namun rasa bangga terganti oleh rasa syukur saat melihat Adek tak berubah sama sekali. Ia bahkan malu diledek teman-temannya. Diminta bercerita oleh teman-temannya pun ia enggan.
Mulai awal 2018 ini, fokus saya hanya satu. Saya akan mendampingi Kakak dan Adek. Keduanya akan berganti seragam. Adek yang awalnya berseragam celana panjang merah akan mengganti dengan seragam biru putih. Sementara si Kakak yang tiga tahun ini mengenakan rok seragam biru akan mengganti dengan warna abu-abu. Saya sepakat dengan suami untuk mengurangi pekerjaan yang dikerjakan di luar rumah. Menulis yang memerlukan nafas panjang juga saya tunda sampai Kakak dan Adek selesai Ujian Nasional. Saya hanya akan mengerjakan pekerjaan yang bisa saya kerjakan di rumah. Kalau bagi mbak Tanti dan Nuzha apa nih yang berkesan di tahun 2017?
Wah saya iri nih sama kakak dan adek :D
BalasHapusKeren bgt si adek bisa jadi juara satu, bunda juga keren karena bisa menganalisis anaknya sampai sedetail itu :)
Aku pingin belajar dari bunda yang luar biasa ini.
BalasHapusAlhamdulillah, kerennya kak liloo..selamat ya mba irfaaa...nderek hepii...
BalasHapusaamiin yra, moga seragam baru yang diinginkan terwujud :)
BalasHapusKeren putra putrinya mbak Irfa, semua berprestasi.. Alhamdulillah ya mbak..
BalasHapusMbak Irfa juga nggak kalah keren dengan berbagai pencapaian di tahun 2017, terutama tentang ngeblog, buzzer dan sebagai pembicara di banyak even. Mantap banget deh pokoknya.
Semoga di tahun ini kita akan sukses juga ya mbak. Dan semoga semangatnya mbak Irfa bisa nular ke saya supaya lebih rajin ngeblog dan ber-medsos-an supaya menambah pundi-pundi dompet, hehe.. aamiin.. :)