Assalamualaikum Temans,
Beberapa hari belakangan di
timeline media sosial saya rame banget nanggapin diblokirnya sebuah aplikasi yang
banyak digemari anak ABG saat ini. Aplikasi itu bernama tiktok.
Aplikasi ini awalnya muncul di
negeri Cina, dan banyak sekali pengguna dari Tiongkok sebelum aplikasi ini
tersedia dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Sementara Tiktok sendiri dibuat
oleh raksasa digital bytedance yang menyediakan fasilitas memberikan efek unik
bagi pengguna saat membuat video pendek.
cr :www.gadgetren.com |
Aplikasi ini memiliki dukungan
musik yang bisa digunakan oleh pengguna untuk menari, gaya bebas,dan masih
banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendorong kreativitas anak muda menjadi
kreator konten.
Lantas kenapa anak-anak ABG ini sangat
menyukai aplikasi Tiktok?
ABG jaman sekarang yang biasa
dikenal dengan generasi Z dimana generasi ini terpengaruh oleh teknologi yang
terus berkembang, internet serta media sosial. Tiga hal ini turut mempengaruhi
sifat umum anak-anak yang berada di generasi Z yaitu sangat tergantung pada
teknologi, menerima banyak perbedaan serta ingin memiliki pengalaman yang lebih
dari orang lain.
Generasi ini menyukai pekerjaan
yang terkait dengan passionnya. Mereka berusaha menjadikan passionnya sebagai
lahan untuk berkreasi dan wirausaha. Jarang sekali anak dijaman ini ketika
ditanya cita-citanya lantas menjawab ingin menjadi pegawai negeri.
Coba tanyakan pada anak-anak
sekarang yang ‘mengonsumsi’ media sosial tentang cita-cita. Kalau di jaman saya
dulu informasi berkembang terlebih dahulu di perkotaan, sehingga anak-anak di
desa terlihat cupu dan kurang gaul. Sekarang teknologi informasi berkembang
begitu cepat sehingga tak ada bedanya hidup di kota maupun di desa. Saya udah
nemuin anak sepantaran ponakan saya ketika ditanya cita-citanya jadi apa,
jawabnya pengen jadi youtuber. Kemudian
jika ditanya kembali mengapa ingin jadi youtuber, jawabannya adalah pengen
terkenal dan banyak duit. Hei ... anak umur delapan tahunan udah kenal duit
nih.
Balik lagi ke Tiktok. Kenapa
bahasan tentang Tiktok rame banget? Kasus yang lagi anget sih ada seleb tiktok
yang punya follower sampai ratusan ribu ngadain meet and greet. Untuk bisa
berfoto dengan si seleb tiktok ini ada htmnya, sebesar Rp80.000,00.
Si seleb tiktok ini namanya Bowo.
Katanya sih kalau di tiktok anaknya kelihatan ganteng dan ngegemesin. Makanya ia punya banyak fans. Dan
fans nya inilah merespon keberadaan Bowo dengan komen yang berlebihan.
Selain fans, haters Bowo ini juga
makin mem-viralkan keberadaannya sehingga tadinya ibu-ibu yang nggak tahu
tiktok itu apaan ikut-ikutan berkomentar. Ikut share ke berbagai media
sosialnya hanya melihat postingan fans atau haters si Bowo.
Yuk, kita obrolin tentang
fenomena ini
Generasi Z ini merupakan generasi
yang kebanyakan terkena syndrom FOMO. Fear of missing out. Takut kalau nggak
apdet. Takut kalau dia nggak kayak temen-temennya yang ngerti info apa aja. Takut
nggak eksis. Syndrom FOMO nggak cuma terjadi pada generasi Z lho. Kita yang
berada di generasi post boomers banyak yang khawatir banget kalau nggak apdet
sehingga ponsel berbasis android pun selalu di tangan. Kayaknya takut banget
kalau satu jam ketinggalan berita.
Nah, menjadi terkenal juga menjadi
cita-cita si Bowo. Kalau ngelihat vlog nya Arief Muhammad si Bowo ini masih
kelihatan anak-anak. Nonton TV nggak pernah, tapi hobi banget main tiktok.
Karena apa? Tiktok menjadi jalan untuk dikenal orang. Untuk eksis. Dan menurut
Bowo, Tiktok itu menjadi bagian dari karyanya.
Sebagai orang dewasa yang nggak
doyan tiktok, awalnya saya tertawa. Namun berkaca pada anak-anak saya yang
ingin selalu diapresiasi sekecil apapun, saya bisa memahami bagaiaman seorang
anak ingin eksis. Ingin dipandang lebih dari yang lain. Dan itu tak cuma terjadi
pada anak-anak kan?
Ketika seseorang dipandang
mempunyai kelebihan, maka anak-anak pun memuja. Seperti generasi post boomers
yang tergila-gila pada Tomy Page. Layaknya generasi ‘90an mendewakan New Kids
On The Block atau Gun ‘N’ Roses. Seperti saya yang menyetel dan mengikuti
nyanyian mereka dengan keras lagu-lagu Bon Jovi, Europe, ataupun White Lion.
Bagaimana perasaan kita saat itu? Mereka hebat luar biasa kan?
Nah, ketika anak-anak kita begitu
tergila-gila pada seleb tiktok, selebgram atau whatever lah, apakah kita akan
mencaci maki mereka? Nggak kan?
Dalam otak remaja bagian amygdala
lah yang memegang kendali dalam diri mereka. Amygdala berkaitan dengan
emosional mereka. Itulah mengapa remaja ini sangat impulsif, ada keinginan
agresi dalam diri mereka namun juga punya ketakutan yang besar terhadap apa
yang dianggap mengancam.
Wajarkah mereka menuhankan Bowo, menginginkan
menjual ginjal ibu mereka, atau melepas keperawanan untuk si Bowo?
Tentu saja tidak. Mereka reaktif
terhadap keberadaan Bowo yang dianggap ‘mereka’ banget. Yang memahami kebutuhan
mereka akan hiburan dan idola. Lantas ketika idola mereka tak seganteng tampilan
di media sosial lantas diseranglah
dengan makian yang bikin mata kita sepet. Ya iyalah, aslinya nggak ganteng. Aslinya
item. Kayak kita nggak pernah pake aplikasi Camera 360 atau beautification pada
gawai aja. Kecantikan atau kegantengan bisa naik sampai 80% kan?
Remaja, anak-anak kita ini butuh
teladan dari kita orang tuanya. Pendidikan karakter tak hanya dibentuk di
sekolah. Paling utama bagi remaja adalah bagaimana keluarga memberikan support
system yang bagus bagi anak-anak. Ayah yang berperan menjadi penjaga moral,
membentuk sifat baik bagi anak-anaknya. Ibu sebagai sumur kasih sayang, yang
siap kapan pun menimba cinta untuk anak-anak dan diguyurkan perlahan sehingga
cinta itu meresap dalam diri anak-anak.
Jika orang tua tak ingin anaknya
hanya bergaul dengan gawai, bagaimana dengan orang tua? Siapkah meletakkan
gadget dan keasyikan ngobrol di WA grup untuk mendengarkan cerita ringan atau
keluh kesah anak dan menyiapkan kata-kata yang tepat untuk menenteramkan? Jika
orang tua berang dengan keberadaan tiktok, mengapa tak ada yang marah dengan keberadaan
bigo live yang sering disalahgunakan?
Menjadi orang tua yang asyik buat
anak sebenarnya juga anugerah tersendiri bagi kita orang tuanya. Apalagi sekarang
gawai merupakan rival orang tua dalam membangun kedekatan dengan anak-anak. Terkadang
kita sudah merasa dekat namun tak memahami apa yang sedang mereka lakukan atau
sukai. Taukah kita tentang wattpad, webtoon, tiktok, hypstar, bigo, atau musical.ly?
pernah nggak kita mencoba googling tentang BTS, Wanna One, Alan Walker atau
Anne Marie? Tahu Tom Holland atau Deadpool? Pernah nggak buka i-flix atau Viu bersama anak-anak?
Memang tak mudah menjadi orang
tua. Tak ada sekolahnya. Tetaplah menjadi orang tua yang tenang, tidak gumunan,
kalau kata Bapak saya. Jangan sampai kita mempunyai jejak yang buruk di sosial
media. Anak adalah cerminan orang tua. Bagaimana anak akan respek ketika orang
tua tanpa tabayyun share berita hoax atau malah memviralkan hal yang tak perlu?
Orang tua berang melihat
anak-anak dan remaja kita menuhankan Bowo. Tak pernahkah orang tua menuhankan
pekerjaan atau kesenangan sehingga mengabaikan anak-anak?
Yuk, introspeksi diri. Sudahkah
kita menjadi orang tua yang benar-benar bermanfaat untuk anak-anak kita
kemarin, hari ini dan di masa depan nanti?
Kalau ngebaca ini, kayaknya anak zaman sekarang ga kenal yang namanya kelereng, main bentengan dll. Taunya, social media dan internet. Iya ga sih? :(
BalasHapusSetuju banget mba, orang tua harus jadi contoh di rumah kalo ingin anaknya tak menuhankan gadget. Eh aku aja juga lihat kondisi di rumah kalo megang gadget. Kalo anak2 sedang bikin tugas, ya seenggaknya aku pegang buku untuk dibaca ��
BalasHapusHiks...baca tulisan ini berasa ngaca, Mbak. Dan sepertinya aku juga kena nih sama FOMO. Ya Allah, jauh sama gadget pas sama anak itu memang kudu niat banget ya.
BalasHapusSaya yakin anak-anak yang frontal berkarya di media sosial adalah anak-anak yang kurang bimbingan atau orang tuanya gaptek. Jadi ada semacam "jarak" diantara mereka. Saya nggak pernah ikutan bully karena tahu menjadi orang tua itu nggak semudah bacotan netizen. Kita lah orang tua yang mau nggak mau "nyemplung" di dunia anak jaman sekarang.
BalasHapusTulisannya menyentuh bgt mbak..jd self reminder u lbh deket ma anak2 di era gadget mania.
BalasHapusWah ada Wanna One disebut, aku terpanggil �� ya mba setuju banget. Aku pernah baca untuk memblokir app/website butuh miliaran. Mending buat edukasi anak2 aja ya..
BalasHapusSetiap generasi memang punya idolanya masing2 ya. Dulu saya rasanya sebel banget kalo ortu saya jelek2in F4. Atau ngatain lagunya bon jovi gedumbrangan..😂 jadi sekarang berusaha memahami saja idola anak2 jaman sekarang. Yg penting kita jaga agar ttp di koridor yg benar. Tapi kalau sampai seperti fans nya bowo itu ya.... duh gimana ya...
BalasHapusDuh..sy jg katrok ternyata mba, ngga ngeh sm beberapa app yg mba sebut tadi hiks
BalasHapusJadi orang tua dimasa kini emang lebih sulit ya mba, duhh
BalasHapusnyiapin diri dan mental jauh-jauh hari seblum jadi orang tua itu makannya perlu banget. Nggak ada sekolahnya solanya