Sebut saja namanya Dodo. Ia seumuran dengan Adek, anak bungsu saya yang sekarang duduk di bangku klas 7. Rumahnya 50 meter dari rumah saya. Kalau kita hitung umurnya sekarang sekitar 12 atau 13 tahun tahun.
Jika Adek tumbuh dengan teman-teman di sekolah dan tempatnya mengaji, tidak dengan Dodo. Benar, beberapa kali ia terlihat bersama teman-teman sekolahnya. Namun tidak bermain kelereng atau sepak bola. Mengayuh sepeda rame-rame pun tidak. Ia mengendarai sepeda motor.
Ia mulai mengendarai motor sejak umur 10 tahun. Saat Adek klas 5 SD masih lebih sering bermain di halaman. Ketika Adek dan beberapa temannya bermain sepak bola di depan rumah, si Dodo ini wira wiri naik motor sambil beratraksi dengan motornya. Sering banget saya ketemu si Dodo ngebut di jalanan. Bersama teman-temannya yang membonceng di jok belakang. Jumlahnya kalau nggak dua ya tiga anak. Kebayang kan umur berapa anak-anak itu sampai jok motor bisa untuk empat anak?
Betapa susahnya menasihati Dodo. Kalau nggak dimaki dengan kata berawalan huruf B, ia malah ‘ngece’ yang menasehati. Bahkan pakdenya pun dimaki dengan hewan berkaki empat. Rasanya gedeg sama anak ini. saking gedegnya, beberapa kali si Dodo jatuh naik motor nggak ada yang nolong. Untungnya saja cuma lecet-lecet. Tidak pernah ia mengalami luka serius.
Gayanya makin bertambah saat ada rokok di tangan. Tak punya rasa sungkan sedikitpun dengan orang yang menegurnya.
“Biarin, beli pakai duitku sendiri kok, meh ngopo Dhe?” tantangnya pada si Pakdhe yang nggak bosen-bosennya menasehati.
Sayangnya jika hal ini disampaikan kepada ibunya rasanya kok sia-sia. Bukannya berterima kasih karena memberikan info tentang anaknya. Si ibu malah membela si Dodo. Salah-salah malah terjadi pertengkaran dengan ibunya. Para tetangga pun jadi malas berurusan dengan keluarga si Dodo.
Di pertengahan Adek duduk di klas lima SD di kampung saya sempat geger. Si Dodo ditangkap polisi. Banyak yang tak paham mengapa ia sampai ditangkap polisi. Dua hari kemudian barulah kami, para tetangga mendapatkan info. Ia terlibat peredaran narkoba. Rupanya teman mainnya tak cuma yang seumuran. Ternyata ia sering nongkrong di tetangga kampung bersama beberapa laki-laki berusia duapuluhan. Sayangnya ia salah memilih teman.
Saya nggak habis pikir, kok bisa narkoba merambah ke desa saya. Lha di desa kan segmen masyarakatnya kebanyakan low end. Daya beli pun rendah. Yang mau make siapa? Begitu pikiran saya saat itu.
Dua tahun kemudian saya baru mengerti.
5 Desember 2018, saya dan teman-teman blogger Jogja diundang oleh BNN Kabupaten Sleman mengikuti acara Forum Komunikasi BNN. Kepala BNN Kabupaten Sleman AKBP Siti Alfiah, S.Psi, SH., MH memberikan begitu banyak informasi yang memberikan pemahaman baru bagi saya mengenai narkoba.
Saat ini penyalahgunaan narkoba telah menyusup ke lapisan masyarakat. Jika di tahun-tahun sebelumnya penyalahgunaan narkoba dimulai usia 15 tahun, atau usia awal SMA, data tahun 2015 di Kabupaten Sleman pelaku penyalahgunaan narkotika di mulai usia 10 sampai 59 tahun. Peredaran narkoba sudah masuk ke dalam pelosok desa dan anak-anak sekolah dasar.
Yang mengagetkan lagi, ternyata bandar narkoba menetapkan wilayah pedesaan menjadi jalur masuknya peredaran narkoba. Pedesaan menjadi wilayah strategis dalam penyelundupan narkoba. Karena apa? Pembangunan infrastruktur di pedesaan mengalami ketertinggalan dibanding wilayah perkotaan. Hal ini menjadikan pemerintah desa fokus pada pembangunan fisik dan kurang memperhatikan penyakit-penyakit sosial yang tanpa disadari sudah mulai menggeliat.
kota tempat tinggal saya termasuk dalam jalur peredaran narkoba :( |
Pernah melihat bentuk narkoba nggak? Jujur, saya sendiri baru kali ini lho, ngerti seperti apa sih tembakau gorila seperti apa.
Saya juga baru tahu ternyata ada ekstasi dengan bentuk gambar minion yang lucu. Sedih nggak sih, kalau narkoba yang beredar sekarang kemasannya menarik?
Masyarakat memang sudah semestinya menyadari betapa saat ini darurat narkoba memang harus digaungkan. Mengingat kejadian si Dodo anak tetangga saya, sudah semestinya anak-anak usia SD mulai diberikan pengetahuan mengenai penyalahgunaan narkoba. Sekolah bisa bekerjasama dengan BNN atau kepolisian di kabupaten setempat untuk memberikan penyuluhan.
Keluarga adalah institusi terkecil dalam masyarakat. Keluarga adalah benteng utama dari segala hal yang bernama keburukan. Kedekatan antara orang tua dan anak sudah tak bisa diabaikan. Menjalin komunikasi positif antara orang tua dan anak akan menjadikan anak-anak kita lebih waspada tentang hal-hal yang berada di sekitar kita.
Tantangan bagi anak-anak laki-laki terasa lebih berat. Solidaritas yang salah tempat menjadi pintu bagi anak-anak laki-laki terjerumus dalam hal-hal yang menyesatkan. Sementara bagi anak perempuan harus lebih kuat dalam menjaga dirinya. Seringkali bisikan setan dianggap angin dari surga.
Sementara kita para orang tua harus bisa menjadi orang tua yang mengikuti perkembangan anak. Jangan sampai lost generation dengan anak-anak kita sehingga menimbulkan kesenjangan.
Dan jangan lupa selalu mendoakan.
Tidak ada komentar:
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih