"Kenapa sih, kalian milih ekskul Jurnalistik?"
Saya selalu bertanya motivasi anak-anak kelas Jurnalistik dimana saya mengajar. Sebagian dari peserta jurnalistik mengikuti ekstra tersebut karena suka membaca dan menulis.
"Aku nggak mau ikut ekskul lain yang banyak anak laki-lakinya," kata Keano lirih.
Kata-kata Keano membuat saya menatapnya lebih lekat.
"Kenapa? Kan seneng banyak temannya di sana?"
"Nggak ah, Bu. Aku dibilang banci. Terus dibilang lemah karena nggak bisa ngelakuin."
Saya menghela napas. Ingat sebuah cerita di masa lampau.
"Yang bilang pelatihnya?"
"Bukan, anak-anak yang di sana."
Keano, seseorang yang bertubuh tinggi besar untuk ukuran klas 3 SD. Badannya lebih besar dari anak kelas 4 atau 5. Ia sering mendapatkan verbal bullying dari teman atau kakak kelasnya. Hanya karena ia tak seperti teman-temannya yang lincah bermain menggunakan fisik ia dibilang lemah. Karena ia ceriwis, banyak berbicara lantas dibilang banci. Kayak perempuan.
Terkadang, ada yang mengatainya gajah atau kudanil. Ia tak berani melawan, karena merasa anak baru. Ia merasa tak berada dalam lingkungannya.
Padahal menurut saya Keano itu anaknya manis. Penuh perhatian. Ia juga senang berbagi dengan teman-temannya. Sering kali saat kelas jurnalistik kami dibagi coklat. Ia pun pintar jualan. Anak marketing banget lah.
Setelah itu, beberapa anak pun bercerita tentang kejadian yang tak mengenakkan, baik di rumah atau di sekolah. Terkadang mereka merasa ternyata orang-orang terdekat malah yang paling sering melakukan bullying. Entah teman dekat, saudara, bahkan orang tua sendiri. Sering kali itu tak disadari oleh orang tua.
Bullying pada anak bisa terjadi dimana saja. Bahkan di rumah sekalipun. Namun yang terbanyak terjadi di sekolah. Beberapa anak jurnalistik mengeluhkan tentang hal tersebut. Sayangnya orang tua sering kali abai terhadap bullying yang terjadi di sekolah, apalagi yang berbentuk verbal.
Beberapa kasus yang saya lihat ada kecenderungan bahwa bullying bisa menimpa pada anak-anak yang memiliki kondisi seperti berikut
Anak pintar
Sering kali anak pintar mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan. Sering kali ia mendapatkan perlakuan tersebut karena teman lain iri karena kemampuannya atau dipuji oleh guru.
Tidak memiliki teman
Anak pendiam yang tak memiliki banyak teman sering kali menjadi sasaran karena terlihat sendiri. Karena terlihat menarik diri itu sering kali dikucilkan oleh temannya
Anak yang banyak disukai
Hampir mirip dengan anak pintar, anak yang disukai teman lain juga rentang mendapatkan bullying. Faktor iri, cemburu karena berebut perhatian juga bisa memicu pelaku melakukan bullying.
Anak berkebutuhan khusus
Anak ADHD, Autis ringan, ADD sering kali mendapatkan bullying karena sikap dan perilaku yang berbeda dari teman yang lain. Hal ini sering kali menimbulkan ketidaksukaan atau anak lain merasa terganggu dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Akibatnya bullyinglah yang terjadi.
Anak yang memiliki fisik berbeda dengan yang lain
Ras yang berbeda, bentuk tubuh, bentuk wajah, dan ciri fisik yang berbeda dari anak yang lain pun bisa memicu verbal bullying.
Anak yang memiliki kondisi berbeda dengan lain
Anak yang terlahir dengan kondisi orang tua yang memiliki kekayaan atau dalam kondisi kemiskinan pun sering kali menjadi obyek verbal bullying.
Lalu bagaimana mengajari anak-anak supaya terhindar dari bullying?
Berani berkata tidak untuk melakukan hal yang tidak disukai.
Sering kali anak tidak berani menyatakan pendapatnya. Jika anak berani menolak, pelaku bullying yang akan menekannya pun akan berpikir ulang untuk melakukan hal tersebut.
Berani melawan dan membela diri
Jika diperlakukan tidak menyenangkan ajari anak untuk berkata, "Aku nggak suka kamu mengatakan hal itu/bersikap begitu"
Jika masih diperlakukan tak semestinya maka katakan, "Kalau kamu masih melakukan hal itu, aku bisa balas." Atau bisa saja katakan, "Kalau kamu masih begitu, aku akan bilang sama Bu guru."
Dorong anak memiliki teman yang lain
Sering kali pelaku bullying adalah teman terdekatnya. Anak diajari untuk memiliki teman lain sehingga tak memiliki ketergantungan pada salah satu temannya saja.
Dorong anak lebih percaya diri.
Kepercayaan diri pada anak akan memberikan keberanian untuk melakukan atau menolak sesuatu yang tak sesuai dengan hatinya.
Berani berbicara pada orang tua dan guru
Peran orang tua dan guru sangat penting. Anak akan berani membuka diri pada orang tua dan guru dikarenakan komunikasi yang bagus dan lancar. Jika komunikasi memiliki kendala maka keberanian untuk berbicara pun akan terhambat
Sebelum terlambat. Sebagai orang tua kita bangun komunikasi yang baik dengan anak-anak kita. Tak ada salahnya menempatkan diri kita sebagai sahabat dan 'partner in crime' bagi anak-anak. Anak yang memiliki cinta dan kasih sayang orang tua yang penuh tentunya akan memicu timbulnya kepercayaan diri bukan?
Iya Mbak menurut saya anak yang jadi korban bullying itu menyandang predikat 'paling'. Paling pintar, paling bodoh, paling cantik, paling jelek dan sebagainya. Meskipun alasan iyu sebenarnya nggak ada dasarnya yaa. Pendampingan dan nasehat orangtua jadi faktor menentukan bagi anak korban atau pelaku bulky.
BalasHapus