Assalamualaikum teman-teman
Sebenarnya sudah agak basi sih kalau saya menceritakan hal-hal seperti ini karena acara sudah berlangsung hampir 3 bulan yang lalu. akan tetapi saya pengen menyimpan momen ini. Bahwa saya pernah ngurusin hal-hal di luar kebiasaan saya aja.
Ini adalah acara pernikahan keponakan saya. Sebenarnya kalau masalah dana sih ya nggak mepet-mepet amat. Sebagai seorang kepala sekolah di sebuah SMP dan istrinya adalah pengajar ASN di sebuah sekolah tentu saja bisa banget untuk melakukan pernikahan yang mewah dan diadakan di gedung. Akan tetapi Kakak saya ini bukan orang yang suka menghambur-hamburkan uang hanya untuk sekadar tampilan. Akan tetapi beliau berusaha untuk menjamu tamu sebaik-baiknya dengan sajian menu dan suasana pernikahan yang cukup untuk ukuran beliau sebagai pimpinan di sebuah lembaga sekolah milik pemerintah dan tokoh masyarakat. Pokoknya nggak malu-maluinlah prinsipnya.
Dari 6 bulan sebelum acara saya dipasrahi beliau untuk mendampingi dan menjadi penengah bagi keluarga. Seandainya keinginan sang anak berlebihan atau pilihan orang tuanya sepertinya kurang layak. Pokokmen sak madyo kalau orang Jawa bilang.
Persiapan-persiapan yang dilakukan
Diskusi saya dengan keponakan saat itu ya pokokmen budget minimal hasil maksimal. Kami memaksimalkan hal-hal yang ada di sekitar kami. Contohnya kami mempergunakan halaman rumah sebagai venue acara. Alih-alih menyewa gedung yang bisa memakan banyak biaya, kami mencoba meminimalkan budget venue acara. Meski begitu, kami memilih tenda VIP dengan warna perpaduan mocca dan putih tulang supaya tampilan terlihat lebih elegan.
Untuk MUA ponakan saya sudah memiliki pilihan sendiri. Pertimbangan pemilihan pertama adalah harga, kemudian tampilan make up. Setelah itu attire atau bajunya. Ponakan kurang suka warna-warna jreng untuk pakaiannya. Ia memilih warna mocca, biar sesuai dengan warna tenda.
Tema warna menjadi bagian yang menarik buat kami. Karena pemilihan warna mocca akhirnya kami pun memilih dekorasi dengan warna yang vibes nya senada. Kami memilih dekorasi yang dimiliki oleh orang yang sekampung dengan kami. Pertimbangannya adalah harga bakalan didiskon, beda dengan pengguna lain dan bonusnya juga lumayan. Kami bisa menghemat budget sekitar 1,5 juta untuk dekorasi karena pemilihan vendor. Memang, nggak bisa menuntut semua adalah fresh flower. Pastilah ada bunga artificial untuk mengurangi budget. Tapi nggak masalah. Wong bunganya juga nggak norak kok. Malah terlihat lebih hidup.
Persiapan undangan dan souvenir diurusin sendiri oleh calon pengantin. Saran saya undangan dan souvenir itu nggak terlalu mempengaruhi. Jadi dibikin budget rendah pun nggak masalah. Yang penting souvenir itu bisa dikantongin, karena bakal banyak tamu bapak-bapak yang nggak bawa tas pas kondangan. Untungnya ponakan saya mau ngedengerin.
Mempersiapkan hidangan sendiri tanpa katering
Saya pernah mendengar pendapat beberapa orang yang mengatakan bahwa perhelatan pernikahan itu yang bakal jadi omongan orang kalau zonk ada dua. Pertama riasan yang kedua adalah hidangan. Saya sepakat sih, karena beberapa kali orang mengeluhkan dua hal itu. tapi kalau menurut saya yang paling krusial ya masalah hidangan. Jumlah porsi yang kurang atau rasa yang kurang lezat bakal jadi omongan orang sepanjang masa. Apalagi seperti di tempat saya. Kampung banget enggak, kota juga enggak. Semuanya yang serba middle end ini mempengaruhi yang bakal punya gawe.
Saya nggak nyari katering. Saya lebih suka mengundang tukang masak ke rumah. memang lebih repot karena saya masih mikirin sewa alat pesta. Ya nggak papa. Tapi budget bisa ditekan sebanyak-banyaknya. Mengundang tukang masak, saya bebas mengatur porsi buffet dan stall nya. Menu pun tak tergantung oleh pilihan katering. Saya bisa memaksimalkan pilihan menu dan jumlah porsi.
Berdasarkan informasi kakak saya, undangan yang disebar untuk acara resepsi sekitar 500 undangan. Namun jika di kampung ada tradisi kondangan sebelum hari H dimana siapapun boleh datang. Dan itu yang tak bisa terprediksi. Saya pun meminta bantuan tetangga yang bertugas belanja jika pesanan saya ada yang kurang.
Nah, kakak ipar saya sudah memberikan info kalau dia bakal terima kondangan hanya H-1. Akan tetapi karena posisi mereka sebagai tokoh masyarakat kami sudah memprediksi bahwa mulai banyak tamu datang H-2. Di luar prediksi kami. Ternyata ada juga tamu yang datang H-3. Sementara itu persiapan konsumsi hanya terbatas untuk tukang yang memasang atap untuk dapur, mendirikan tenda, dan pengajian. Mau nggak mau kami pun belanja lebih banyak.
Ada juga tradisi yang datang sebelum hari H mereka membawa barang bawaan. Biasanya sih gula, teh, minyak, mie, tepung, atau beras. Itu harus kami catat, karena kami bakal membawakan mereka hidangan untuk dibawa pulang atau istilahnya punjungan. Akhirnya untuk menghemat waktu dan tenaga, kami pun mempersiapkan cake untuk pembawa bingkisan.
Saya fokus di persiapan konsumsi. Perhitungan undangan 500 saya mempersiapkan 800 porsi buffet. Pilihan menu buffet yang kami persiapan adalah :
- Nasi putih
- Fillet gurami asam manis
- Galantin
- Ca brokoli
- Krecek pedes
- Acar
Sementara itu untuk menu stall yang kami pilih adalah :
- Bakso : 550 porsi
- Sate lontong : 450 porsi
- Siomay : 450 porsi
- Aneka bubur Jenang : 400 porsi
- Es krim : 800 porsi
Kami juga menyiapkan :
- Snack : brownies dan sosis solo (disambung kroket kentang)
- Teh dan infused water (yang ini cepat banget habis)
- Buah potong
Untuk acara Akad saya sudah mempersiapkan 150-200 porsi soto ayam. Namun pada kenyataannya porsi ini kurang karena banyaknya anggota keluarga besan yang datang, tamu tak diundang, tapi ingin sekali menghadiri akad ponakan, dan keluarga yang antusias dengan acara yang digelar kakak saya. Untungnya masih ada hidangan malam hari yang sudah disiapkan untuk cadangan, sehingga semua orang bisa sarapan setelah akadnya ponakan.
Nah, acara resepsi ini yang bikin saya nggak bisa makan. Kontrol hidangan membuat kepala nyut-nyutan. Ada 3 sesi undangan yang membuat saya harus menjaga ketersediaan hidangan. Jangan sampai sesi terakhir nggak kebagian apa-apa kan?
Yang saya nggak prediksikan. Tiba-tiba saja para perempuan berseragam gamis datang bareng-bareng. Sekali rombongan datang bisa 20-40 orang. Saya sudah pucet aja waktu diinfo bahwa kakak ipar saya mengundang anggota organisasi via WAG. Langsung pucet saya, karena nggak dikomunikasikan ke saya.
Baru sesi pertama ada dua masakan yang tinggal sekali isi ulang. Ca brokoli dan acar. Saya pun minta dapur untuk nambah makanan supaya tak kekurangan. Saya tahan para petugas konsumsi untuk mengisi ulang. Pokoknya tunggu sampai yang tersaji di panstove hampir habis.
Beberapa orang yang kontrol sudah minta isi ulang. Saya masih tahan karena dapur belum terkondisi. Sampai kemudian masakan di dapur menjelang matang baru saya izinkan isi ulang. Deg-degan banget semua yang membantu perhelatan ini bukan dari profesional. Ini gabungan dari tetangga-tetangga dan anak-anak muda yang dibriefing layaknya petugas katering profesional dan wedding organizer. Alhamdulillah acara terlaksana dengan baik. Acara lancar, sukses, hidangan pun cukup meski si pemilik gawe ga kebagian menu stall karena habis. Dan menu-menu buffet masih tersisa dan cukup untuk tamu yang datang terlambat.
Kakak saya puas banget. Banyak komentar positif dari kawan-kawannya tentang dekorasi, make up pengantin dan hidangan. Begitu juga dengan tetangga. Semua ikut merasakan kebersyukuran keluarga besar kami. Dan itulah yang kami inginkan. Karena mempertimbangkan kehidupan kami yang berada di kampung yang guyupnya masih terasa. Gotong royongnya selalu ada. Perasaan orang-orang yang hidup di kampung tuh seneng kalau dilibatkan acara-acara tetangga. Mereka nggak merasa direpotkan, justru merasa hepi kalau bisa ngebantu meski nggak seberapa. Dari tradisi-tradisi itulah kami berusaha mengambil sisi baiknya.
Tidak ada komentar:
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih